here |
~0o0~
'Tidak capek, suka sama dia?
Hari itu, sisi
rasional diriku bertanya, seusai diriku mendapati dirimu bersenda gurau dengan
orang lain. Rasa ini seperti sebuah kesalahan, menyakiti diriku sendiri dan
membuat diriku memaki diri sendiri. Lelah menyimpan rasa ini, tapi enggan untuk
mengutarakan semuanya. Takut bila nantinya kamu akan menjauh, terlebih lagi
malu. Aku bukanlah seseorang yang mudah untuk mengatakan apa yang kurasa.
Aku lelah dengan
perasaan ini. Lelah menyukaimu dari jauh, namun perasaan ini tak mau pergi.
Setiap kali kau ada, duduk di sampingku, tersenyum padaku, bercanda denganku,
rasa berdesir-desir itu kembali hadir meskipun aku telah berusaha untuk
membuang rasa yang dulu kusimpan dalam-dalam. Aku hampir berhasil melupakanmu,
tapi hatiku seolah menjadi Judas
untuk diriku. Berkhianat. Hal-hal yang membuatku menyukaimu datang kembali
seperti putaran film yang melambat, setiap kenangan-kenangan itu seperti adegan
slow motion yang dibuat seolah-olah
untuk menyiksaku.
untuk menyiksaku.
Ada kalanya, aku ingin
meneriaki dirimu. Berteriak sekuat tenaga, melampiaskan semua kesalku kepada dirimu yang tak kunjung menyadari
perasaanku.
'Hah! Bagaimana mungkin dia sadar? Suka ini cuma kamu dan
Tuhan yang tahu'
Sisi rasional itu
kembali berbicara, sisi melankolis diriku bungkam. Di sudutkan oleh satu diriku.
Sisi rasional yang terus menyalahkan, kenapa sisi melankolisku terus-terusan
menenggelamkan diri dalam gelegak rasa yang sudah terlanjur membesar ini.
Padahal aku telah benar-benar sadar, kamu tidak mungkin memiliki rasa yang
lebih kepadaku. Karena aku tahu, sudah ada orang lain di hatimu.
Meski kau tidak pernah
berkata-kata, aku tahu rasamu pada seseorang itu. Dari caramu memandanginya,
caramu tersenyum padanya, caramu berbicara padanya. Aku tahu karena aku selalu
memperhatikanmu. Aku tahu, karena aku juga begitu kepadamu.
Kerap kamu memandangi
sosok itu diam-diam. Begitu juga aku, memandangimu diam-diam, melirik kamu yang
selalu begitu serius lewat ekor mataku.
Kau tersenyum tulus
ketika berbicara dengannya, mendengarkan setiap katanya baik-baik. Begitu juga
aku. Senyum ini akan otomatis terukir bila kau berada di dekatku, terlebih saat
kau sedang berbicara padaku. Aku akan mendengarkan setiap katamu, merekamnya
dalam memori dan menjadikannya kaset yang bisa aku putar setiap waktu.
Selalu ada kamu.
Selalu kamu. Cuma kamu.
Kamu yang akan selalu
kuingat.
Kamu yang selalu
kutatap penuh kagum.
Kamu yang selalu
menerima seulas ketulusan ini.
Cuma kamu yang mampu
mencipta degupan aneh ini.
Cuma kamu yang bisa
membuat darah ini berdesir halus di dalam nadiku.
Kamu.
Kamu yang tidak pernah
tahu, ada aku di sini. Menyembunyikan kagum yang berubah menjadi suatu rasa
yang lain. Rasa sayang.
'Berhenti saja menyayanginya!'
Lagi, lagi suara itu.
Meriakkan kesalnya padaku. Lagi sumpah serapahnya keluar. Tak setuju. Dia marah
padaku, sisi rasionalku mengamuk, berteriak memaki lalu menggeram. Dia tak
marah padamu, tapi padaku yang tuli karena enggan mendengarkan. Padaku yang tak
lelah menyakiti diri sendiri.
'Dia bukan untukmu.'
Kali ini dia berkata
lebih tenang, meski gejolak marah itu masih ada padanya. Kulihat ia melembut,
kasihan padaku.
'Kali ini tolong dengarkan saya baik-baik'
Bagimana sekarang?
Haruskah kulepaskan semua rasa ini?
Aku hanya mampu
menunduk. Kakiku kram karena berdiri terus di sini. Seperti orang bodoh. Semua
perasaan yang aku simpan berputar menjadi pusaran. Tak bisa kusebut satu per
satu karena apa yang terucap tak cukup dan tak mampu mengungkapkan semua
rasaku.
Aku mengerjap. Menatap
jauh ke depan.
Di sana, di bibir
pantai. Ada kamu dan dia. Saling tersenyum dengan jemari yang saling bertautan.
Aku berbalik.
~0o0~
No comments:
Post a Comment
Kalau menurutmu, bagaimana?