[FFan] UNTitled pt. 1

Saturday, October 25, 2014

NaruHina Fanfiction
By. R.
here

-
Kenapa kita harus terlibat dalam hubungan yang seperti ini Hinata?
Kata-kata Naruto kembali terngiang dalam telinga Hinata, dan rasanya seperti ada pisau tak kasat mata yang mengiris hatinya. Meninggalkan perih pada luka yang belum sembuh benar. Salahkah ia bila ingin bahagia juga? Salahkah ia bila ingin meraih cintanya?
Dan mengapa Naruto tak mau juga berpaling?
Ah, dia juga seperti itu kan?
Kenapa Hinata tak mau juga berpaling dari Naruto?
"Kalau kau melamun terus, bisa-bisa rumah ini kebanjiran loh Hinata."
suara bass dari belakangnya membuatnya tersentak, lekas ia mematikan air keran yang sudah meluap-luap di bak penampungan dan menyadari bahwa Lee, salah satu teman Naruto sekarang sudah berdiri di sampingnya.
"Ma—maaf," Hinata membalas kikuk, berusaha sibuk dengan mangkuk kotor yang ada di tangannya.
"Apa Naruto membuat masalah lagi?"
"Ah? Tid-tidak kok."
"Naruto itu... terkadang terlalu bodoh untuk menyadari apa yang sebernanya ada di hadapannya." kata Lee santai, sembari mengambil sekaleng coke dari kulkas.
"Maksud Lee apa?"
Lee menahan jawabannya, sampai ia berbalik. "Si bodoh itu, kau jangan pernah menyerah untuknya ya, Hinata!" Lee memberikan senyuman menyemangati.
Hinata tertegun mendengar ucapan teman satu kos Naruto itu, mau tak mau ia tersennyum. Tentu saja, ia tidak akan mau menyerah pada cintanya, pada Naruto!
-
Hinata mengelap tangannya di celemek yang ia pakai setelah mencuci mangkok bubur Naruto. Ia kemudian melangkah ke arah tangga, menuju kamar Naruto untuk mengambil tasnya dan pulang. Tadi, Neji sudah menelponnya, sebenarnya berniat untuk menjemput juga. Namun ia menolak karena ia telah berbohong pada Neji bahwa ia  sedang berada di rumah temannya alih-alih di rumah Naruto.
"Naruto, aku masuk ya." katanya di depan pintu, sebelum memutar kenop pintu dan melangkah masuk ke dalam kamar pemuda berambut pirang itu. Dilihatnya Naruto tengah tertidur pulas, dengan posisi selimut yang acak-acakan, sangat jauh berbeda dari waktu ia meninggalkan kamar ini tadi.
Pelan-pelan, ia melangkah mendekati meja belajar Naruto, lalu mengambil tas selempang yang ia taruh di atas meja belajar Naruto kemudian menyampirkannya ke bahu kanannya. Dengan langkah yang lebih hati-hati dari sebelumnya, ia mendekati tempat tidur Naruto dan menarik selimut Naruto sampai menutupi bahu pemuda yang tengah tertidur itu.
"Cepat sembuh, Naruto." kemudian Hinata berbalik, namun, belum selangkah ia beranjak, gadis itu merasakan ada tangan hangat yang menahan pergelangan tangannya. Ia tersentak, namun enggan untuk menoleh. Ia bisa mendengar suara selimut yang saling bergesekan, dan tangan yang sedang menggenggamnya itu bergerak. Naruto kini duduk di tempat tidurnya.
"Jangan pulang dulu," kata pemuda itu singkat, lalu melepaskan tangannya dan berjalan melewati Hinata yang berdiri mematung.
Naruto masuk ke dalam kamar mandi, terdengar bunyi keran air yang dibuka lalu hening sesaat sebelum akhirnya ia keluar dengan mengelap wajahnya dengan handuk. Ia kemudian melempar handuk itu sembarang arah, membiarkannya jatuh ke tempat tidurnya sementara ia sendiri membuka lemarinya dan mengambil dua jaket tebal. Naruto lalu mendekati Hinata, menyampirkan salah satu jaket tebal itu pada gadis yang kini  matanya sedang memancarkan kebingungan atas tingkahnya.
"Ayo turun." singkat, kemudian ia menarik pergelangan tangan Hinata lagi, mengakibatkan gadis itu sedikit tersentak pada langkah pertama.
"A-ada apa, N-Naruto?" Hinata sedikit tergagap, mereka berhenti di depan gerbang. Tanpa menjawab pertanyaan Hinata, Naruto berjalan ke halaman samping kosnya, beberapa saat setelahnya ia muncul dengan membawa motor matic Lee.
"Naiklah!" perintahnya. Hinata hanya mampu terpaku di depan gerbang, alisnya bertaut, percampuran ekspresi bingung dan juga tak mengira. "Apa lagi yang kau tunggu? Kau tidak mau pulang?"
"K-kau sedang sakit Naruto, tak perlu mengantarku."
"Ini sudah malam, Hinata." Naruto mengacuhkan Hinata,"Cepatlah. Kau tentu tidak mau membiarkanku begini terus sepanjang malam kan?"
"T—tapi—"
"Kau tidak mau?"
Hinata mengerti bahwa tidak ada gunanya menolak permintaan Naruto. Ia sebenarnya enggan, mengingat kondisi Naruto yang masih sedikit demam, terlebih lagi heran melihat kelakuan pemuda itu. Namun, berdebat hanya akan memperpanjang masalah mereka dan akan menunda kepulangannya. Meskipun, sebenarnya ia ingin sekali menemani Naruto di sini.
"Um." akhirnya, Hinata beranjak dan mendudukkan dirinya di belakang Naruto, menarik sedikit bagian samping jaket Naruto untuk berpegangan.
"Pegangan yang erat." ujar Naruto pelan, sebelum dengan tiba-tiba ia menarik gas dan matic itu menderu kencang. Membuat Hinata tersentak kaget dan tanpa sadar memeluk erat pinggangnya.
-
Di sepanjang perjalanan keduanya sama-sama bungkam, hanya sesekali terdengar suara pekikan Hinata ketika Naruto menambah laju motornya.
Setelah perjalanan yang membuat Hinata terpekik dan menahan napas berkali-kali. Akhirnya matic berwarna hijau neon itu berhenti di depan sebuah rumah dengan gerbang tinggi berwarna coklat tua.
Hinata hendak turun dari boncengannya, namun, gerakannya tertahan karena Naruto yang menahan tangannya yang berada di pinggang Naruto. Paham karena merasa Naruto ingin menyampaikan sesuatu, Hinata bertahan di tempatnya.
Naruto menghela napas panjang, yang kedengarannya begitu berat dan lelah. Hinata di belakangnya bernapas hati-hati. Merasa apa yang akan terjadi selanjutnya akan benar-benar menguras perasaan mereka.
"Hinata," panggil Naruto pelan, kepalanya menunduk, menagrahkan pandangannya pada jemarinya yang membungkus kepalan tangan Hinata di pinggangnya. "Apa kau tidak lelah dengan hubungan kita yang seperti ini?"
Hinata diam saja, enggan berkata-kata. Pertanyaan Naruto benar-benar menyakitinya, menyakitinya dengan kebenaran. Karena sebenarnya, jauh di dalam hatinya, Hinata lelah menjadi bayang-bayang orang lain. Hinata lelah menjadi nomor dua sekali pun status mereka menempatkan Hinata pada posisi yang pertama. Hinata lelah mencari-cari tempat di dalam diri Naruto.
Namun, apakah cinta hanya berbicara tentang lelah? Ia menyayangi Naruto. Ia ingin berada di samping pemuda itu. Menjadi sosok yang selalu berjuang sampai akhirnya Naruto mau melihat ke arahnya. Cinta bukan cuma lelah. Cinta juga berusaha.
"Apa sebaiknya kita—"
"Tidak." ucapan Naruto disela oleh Hinata yang sudah tahu akan ke arah mana pembicaraan ini. Genggaman Hinata pada bagian depan jaket Naruto mengerat, dan Naruto bisa merasakan bahwa gadis yang sedang bersandar di belakangnya ini tak akan menarik kata-katanya. "Aku tidak mau."
"Aku lelah, Hinata. Aku hanya menyakitimu."
"Tidak mau." pelukan itu mengerat, dan kini kepala Hinata ikut bersandar pada punggung Naruto yang hangat. Gelenyar itu ada, bergerak-gerak seperti pusaran badai di laut. Gelombangnya besar sekali, dan Hinata menelannya bulat-bulat.
“Sebaiknya, kita putus saja.”
Genggaman itu semakin erat.
 -

Entah mengapa, saya lupa caranya menulis.
Ini hanya cuplikan dari salah satu project fanfic yang sudah berjuta-juta tahun terbengkalai. Semoga masih enak dibaca. So, this is it. FanficNaruto Hinata, terbaruku!

No comments:

Post a Comment

Kalau menurutmu, bagaimana?