here, diedit dengan seperlunya |
Rasanya terlalu muluk,
kalau saya membawa-bawa waktu.
Lamanya saya dikandung, disusui, dirawat hingga bisa menjadi sosok
manusia yang menulis tulisan ini.
Ada banyak yang ingin saya ucapkan,
namun semua lebur dalam kelu, bingung harus memulai dari abjad
yang mana dulu.
Maka,
Saya akan memulainya dengan menjejak kenangan dalam kepala saya
yang begitu pelupa ini. Kepala yang sampai sekarang masih tak sanggup menghapal
perkalian tujuh.
Ma, bagaimana kah saya dulu?
Apakah saya begitu perengek?
yang giginya selalu gatal ingin makan gula-gula, sampai harus
merogoh kantong baju dinas mama diam-diam untuk sebutir coklat?
Pahitnya. Jeleknya kenangan masa kecilku. Ckckck.
Ma, masih ingat?
Dulu kamu, saya, Alan, menunggu bapak pulang
main boneka barbie sama-sama
enggak ding, Alan mainnya motor-motoran.
kamu ajari saya bagaimana cara memperlakukan boneka itu dengan
lembut.
Ma, saya ingin poni saya disisiri seperti waktu TK dulu.
Saya ingin dimasakkan ayam goreng seperti waktu penerimaan rapor
seperti waktu SD.
Saya ingin wajah saya diberi make up seperti waktu gerak jalan
indah sewaktu SMP.
Saya ingin mama yang datang menerima rapor, seperti waktu SMA.
Mungkin sekarang, sudah beda judul. Saya ingin mama temani, temani saya untuk
wisuda nanti.
Ma, kenapa hidup kita berbeda dengan hidup orang lain?
Kenapa kita begitu sulit sekarang ini?
Ma, saya iri dengan teman-teman saya.
Mengapa orang lain mamanya sehat, sementara saya tidak.
Kenapa mereka dikunjungi sebulan sekali, saya tidak.
Kenapa mereka bisa ngomong berjam-jam di telepon dengan mama
mereka, sementara saya tidak.
Kenapa mereka bisa bebas curhat sama mama mereka, sementara saya
tidak.
Dulu saya benci dibentak, paling malas disuruh cuci piring,
menyapu, dan segala tetek-bengeknya.
Tapi sekarang, saya lebih suka dimarahi, lebih suka disuruh cuci
piring sampai sinting asal mama yang suruh.
Kenapa sekarang, untuk mendengar suaramu pun begitu sulit?
Kenapa sekarang, untuk berbicara denganmu pun saya harus menahan
sakit di tenggorokan?
Ma, mama, mama, mama, mama, mama, mama, mama.
Harusnya malam ini saya bisa meneror kamu.
Membunyikan teleponmu tengah malam.
Lalu menyanyi dalam teriakan.
Mengatur strategi dengan Alan dan Nur.
Alan akan memainkan gitar,
Lalu Nur diam-diam akan membawa kue ulang tahun dengan angka yang
menunjukkan pertambahan umurmu.
Atau, cukup satu cupcake kecil saja dengan lilin kecil di atasnya,
yang kemudian bisa kalian bagi tiga padahal sebenarnya empat. Digenapkan karena
saya begitu jauh untuk turut ambil bagian dalam gigitannya. Saya cukup dapat
remah-remah euphoria hari jadimu saja.
Harusnya seperti itu.
Harusnya kami, anak-anakmu mampu memberikan sebuah kejutan yang
manis untukmu.
Bukannya malah merana di sini.
Sakit hati karena jauh dan tak bisa apa-apa.
Sakit hati sampai mau marah sama Tuhan tapi tidak jadi karena
takut Tuhan akan balik marah dan menghukum saya yang begitu pemarah.
Ma, semua ini cobaan Tuhan kan?
Cobaan tapi kok lama sekali?
Kita kan bukan nabi yang sabarnya mengalahkan jarak langit dan
bumi.
Ma.
Mama.
Saya ingin ngomong banyak hal, tapi takut mama marah dan bosan
jadi saya diam saja dan simpan semuanya rapat-rapat.
Ada banyak tanya, tapi lebih baik saya tanya Tuhan saja.
Nanti, setelah mama sehat lagi, saya cerita semuanya. Jadi cerita
ini akan menjadi milik saya, milik mama, dan milik Tuhan.
Ma, sudah tidak banyak permintaanku sama mama.
Saya cuma mau mama sembuh, sehat seperti sedia kala, panjang umur.
Maaaa, mamaaaa.
Mama cepat sembuh nah, mama sehat lagi. Mama harus semangat nah.
Mama harus semangat untuk sembuh. Saya masih butuh mama. Alan masih butuh mama.
Nur masih butuh mama
Cepat sembuh nah, mama.
Cuma doa ini yang bisa saya kasih sekarang. Cuma harapan yang
seperti ini.
Cepat sembuh, sehat kembali.
Mamaku tersayang, yang paling cantik dan paling mengerti.
Amiiin.
No comments:
Post a Comment
Kalau menurutmu, bagaimana?