Tapi pemirsa....
... Badai
datang dan itu merusak segalanya.
Nggak ada
satu pun dari rencana kita semua yang berhasil (makan-makan,keliling kota,
karaokean). Semuanya batal, padahal hari itu gue pengen banget makan
pisang epe rasa coklat, durian, dan keju. Uwuuwuwuwuwu. Bukan hanya badai, tapi
salah satu dari siswa yang datang sudah mau pamit pulang, Karena ternyata eh
ternyata... beberapa diantara siswa yang datang pamitan ke orang
tuanya kalau mereka cuma mau ke Pinrang yang cuma tetanggaan sama
Parepare, bukan ke Makassar yang jaraknya 150 kilo dari Parepare. Woaaahhh
daebak!
Nah
gara-gara itu deh, gara-gara ada beberapa yang minta pulang sama ada yang mau
stay di Makassar mereka jadi terbelah dua dan terpisah-pisah. Ada yang ke sana
ada yang ke situ lalala. Mereka jadi terpisah dan kita kakak-kakanya juga udah
pada pusing mikirin ini mereka mau dikemanain lagi. Gimana caranya supaya
mereka bisa ngumpul dulu di satu tempat.
Akhirnya
gue, Titin, Anti, sama Fifi kembali ke rumah karena sebagian anak-anak ada yang
mau nginap di rumahnya kakak KKN-PPL tahun lalu terus sebagiannya lagi ada yang
mau nginap di rumahnya Ulvha teman posko gue. Anti balik ke kost-annya
sementara gue bertiga kembali ke kost gue. Merenungi kenapa hari ini kok begini
amat. Titin yang rencana awalnya mau kembali ke kafenya temen gue malah
berakhir tidur di kost gue.
Terus ini
ada kejadian lucu banget.
Kan kita
semua nih keluar rumah belum pada makan semua, jadi pas tengah malam kita
bertiga lapar parah. Warung di samping rumah udah tutup. Jadi jalan
satu-satunya ya kita pergi belanja di mart atau warung pinggir jalan. Nah Titin
tuh satu-satunya orang yang lancar bawa motor di antara kita bertiga dan dia capek
banget. Alhasil, gue yang baru belajar naik motor, yang bodo-bodo naik motor,
yang narik gas aja susah, didapuk buat pergi beli mie instan.
"Untuk
pertama kalinya Rin kukasih ko motorku, bawa mii pergi beli indomie."
Titin tuh
orangnya ogah banget kalau gue pakai motornya dan sekarang kasih kunci motor ke
gue. Gue ngakak-ngakak sambil ambil tuh kunci motor sementara Fifi berulang
kali bertanya yakin nggak gue nih bisa bawa tuh motor? yakin nggak?
"Yakin,
bisa jii sa bawa ini motor. Tenang mkoo..."
"Bisa
jkoo ga Ime? nanti mukasih jatuh ka'"
"Tidak
jii lah, ayok mii pergi!"
"Maaa...
Ime, beranimu."
"Berani
jii itu Rime nah, cuma takutnya jii saja sama keramaian. Ini kunci eh, pergi
mkoo beli. Saya Mie soto nah. Sama kalau kebetulan (kebentulan!) juga itu warung
jual cabe rawit sama jeruk nipis, belikan juga nah..."
Mana ada
Titiiiiinnnnnnn!
Jadi lah
gue berangkat dengan ngakak-ngakak dan Fifi yang khawatir dia bakalan pulang
dengan selamat atau pulang ke surga. Kan di sepanjang lorong gue itu ada
banyak polisi tidur, jadi gue yang belum lancar bawa motor ini masih suka
tersendat-sendat gitu kalau pas lewat polisi tidur. Badan jadi
terguncang-guncang, perut yang emang mules karena belum makan ajdi tambah mules
gegar kena guncangan pas naik motor. Karena masih belum stabil bawa motor, gue
selalu oleng dan Fifi selalu aja bilang "baik-baik ko Rime bawa ii
baik-baik ko...".
Ternyata
guys, Indomaret sudah tutup secara waktu itu kan sudah lewat jam duabelas
malam. Terpaksa kita cari warung yang masih buka. Terus kan ada warung yang
dekatnya Indomaret, tapi sayangnya gue kelewatan jalannya. Terus kan gue masih
belum tahu gimana caranya putar balik motor di tengah jalan. Akhirnya...
"Fi,
jangan mii kita putar di sini nah, tidak kutahu caranya putar balik motor. Kita
berputar di Pertamina saja...."
"Huahahahhahahaha...."
Dan
Pertamina tempat gue putar balik tuh lokasinya jauh banget, lebih jauh tempat
mutarnya daripada warungnya. Fifi di atas motor ketawa-ketawa ngakak, gue
lebih-lebih mikirin betapa bodonya tingkah gue ini. Terus pas balik ke rumah
lagi, kan masih ada polisi tidur yang dilewati sebelum gerbang rumah dan polisi
tidurnya tinggi banget, jadinya....
"Fi,
turun ko deh, nanti kukasih jatuh ko.... Lain-lain caraku tarik gas kalau lewat
ini polisi tidur."
Akhirnya
Fifi terpaksa turun jalan kaki sampai gerbang terus gue dorong tuh motor.
Allah.... bodor bener dah.....
Pas sampai
rumah Titin malah tidur terus cuma gue sama Fifi yang makan.
Seninnya...
Dari jam
sembilan sampai jam duabelas siang gue tungguin dosbing KKN karena katanya hari
selasa besok adalah hari terakhir pengumpulan laporan jadi otomatis hari senin
harus selesai semua urusan tandatangan dan laporan dan sebagainya. Tapi
berhubung anak-anak bakalan pulang hari senin makanya gue tinggalin acara tunggu-tunggu
dosbing dan beralih ke kostnya Titin buat nganter anak-anak pulang. Pas sampai
di kostnya Titin, gue nunggu lagi selama satu jam sampai anak-anak siap
berangkat, tapi sebelum berangkat kita nongki-nongki dulu di MCD. Terus kita
cus lagi ke rumahnya Kak Fajrin karena nanti anak-anak bakalan berangakt
dari sana. Pas sampai di rumah Kak Fajrin, kita masih mesti menunggu lagi
karena ternyata motornya Ondong dipakai sama Ulvha, dan Ondong temenin Anggun
buat ke kampus nungguin dosen. Well hidup ini penuh dengan
menunggu-menunggu-dan menunggu....
Dan di
sinilah... bencana yang sesungguhnya terjadi.
Salah satu
siswa yang datang, Agung, mengeluh sakit kepala. Terus salah satu temanku kasih
obat. Bukan cuma satu, tapi dua obat. Merek X dan Y, dan adik... hah.... wanna
cry... meminum kedua obat tersebut. Setengah jam pertama si Agung mengeluh,
kelopak matanya bengkak dan dia bukannya membaik malah jadi tambah lemas. Di
situ deh ketahuan kalau ternyata Agung tuh ada alergi sama antibiotik tertentu
dan juga dia langsung minum tuh obat dua-duanya. Wah parah gila!
Jadinya dia
dikasih minum air kelapa, tapi masih nggak mempan. Setengah jam kemudian dia
udah lemas banget padahal teman-temannya sudah mau berangkat pulang. Nggak
lama, eh, dia jadi nggak sadarkan diri lagi. Dan akhirnya Agung dibawa ke rumah
sakit. Tiga puskemas nolak buat rawat dia dan akhirnya dia dibawa ke rumah
sakit dekat kompleks rumahnya Kak Fajrin.
Gue, Anti,
Anggun, Zahra, Fifi, Fifi Fisika, Zhaky, Uppa dan temannya Uppa pada
nyusul ke rumah sakit dan ternyata di rumah sakit tuh Agung masuk IGD. Dia
diharuskan buat rawat inap dan dokter bilang dia tuh kritis. Sampai-sampai dia
harus pakai tabung oksigen dan alat pendeteksi denyut jantung. Itu adalah kali
pertama ada kenalan gue yang pakai perlengkapan begitu di rumah sakit. Senin
kemarin serius hectic banget, gue pulang ke rumah cuma buat
mandi doang, makan pun cuma sempat makan roti sama minum air putih terus balik
lagi ke rumah sakit sambil bawa -bawa laporan yang belum selesai dikerjakan sama
bawa-bawa log book yang belum selesai ditulisi. Hah, parah.
Pas sampai
di rumah sakit dan masuk ke ruang IGD gue lihat Agung dipasangi alat pendeteksi
denyut jantung... wah... pengen nangis gue. Balum lagi dari cerita
teman-temannya bilang kalau bapaknya Agung galak, bayangan di kepala gue udah
enggak-enggak. Selama gue ngerjain log book dan sampai orang
tuanya Agung datang dari Parepare ke Makassar, gue udah siap lahir batin
digampar. Biar dah nih pipi biru-biru kena tonjok, ya mau gimana lagi kalau kita
udah bikin anak orang sakit?
Tapi
untungnya pas orang tuanya Agung datang mereka masih pasang wajah bersahabat.
Hah...
syukurlah....
Gue baru
pulang jam dua pagi, itu pun nggak pulang ke kost tapi ke rumahnya Zahra. Di
sana pun nggak langsung tidur tapi kita-kita semua pada diskusi dulu karena
anak-anak belum pada pulang dan beberapa orang tua mereka sudah pada
marah-marah karena anaknya nyasar ke Makassar, mengabaikan sekolah selama tiga
hari, dan tetap aja belum pulang-pulang.