[School Rant] They Playing Games All The Time!

Friday, March 2, 2018

Source


Hola, sobat depresyqu~
So di postingan kali ini aku mau cerita tentang temanku yang sekarang ini mengajar di salah satu SMA di Makassar. Dia ini kayak semacam mengabdi gitu kan ya. Fresh from college, berjiwa muda, bisa diandalkan tapi kere dalam pengalaman. Jadinya, ketika ada ajakan untuk mengajar di sekolah, Hmmm why not? Untuk menambah pengalaman kan ya, dari pada tidur-tiduran ongkang-ongkang kaki di rumah yang semakin menunjukkan kalau diri ini adalah pengangguran yang berpotensi bikin publik resah.

Nah, temanku ini mengajar di kelas Sebelas. Ada sekitar tujuh atau delapan kelas yang dia ajar. Nah, dari semua kelas ini ada satu kelas yang grrrrhhhhh naudzubillahimindzalik bebalnya.
Why?
karena ada sekelompok anak muda yang baru saja dipukulin sama pubertas yang tambeng banget. Nggak mau mendengar. Kerjaan mereka tuh main game aja di smartphone mereka setiap kali teman gue ini masuk mengajar di kelas mereka. Sudah ditegur berkali-kali, berhenti sebentar, terus kemudian ya gitu deh. Log in lagi. Main lagi. Mukulin musuh yang ada di layar ponsel mereka. Puncaknya tuh tadi sore, teman aku bilang kalau dia tadi habis marah-marah lagi di kelas ini. Karena katanya kayak makin parah. Nggak cuma main game online saja, tapi juga game offline a.k.a kartu remi.
Woah meledak deh tadi.
Eh tapi siswanya, habis dimarahin, cuma semenit doang, malah main game lagi. Terus pake cara ngambek segala lagi ke gurunya.
Hahhhh??? I mean, hell-owwwww~
Lu yang salah kok elu yang ngambek~
Itu aja tadi aku dengar temanku cerita, aku yang gengges.
'Kamu nggak nangis kan tadi di kelas?"
'Ya nggak lah!"
Well, kalau aku sih udah nangis. Udah capek malamnya menyusun materi belajar, cari-cari tambahan materi, siapkan media pembelajaran, siapkan penilaian, bikin soal ujian, periksa tugas-tugas, portofolio, hasil ujian, laporan praktikum, merancang sesuatu yang asyique supaya siswa tertarik belajar. Belum lagi dengan tugas-tugas sampingan yang segambreng, eh pas masuk di kelas malah diabaikan kayak cinta tak berbalas (heh!).
This make me think, why these students act like that?
Ini apa karena gurunya baru, masih muda, sehingga mereka memandang mudah saja menghadapi sang guru?
Apakah mereka tidak suka belajar? Tidak suka belajar biologi?
Apakah mereka stress pergi ke sekolah pagi-pulang-petang?
Apakah mereka capek terlalu banyak pelajaran?
Apakah karena game lebih menarique? (Yaiyalahmbakeeee!)
This make me think how we can get rid of this, because me and every young teachers could face this too. Anak-anak yang enggan belajar dan lebih memilih bermain. Yah, kalau ini anak SD atau SMP, masih bisa dimaklumi lah. Emosi mereka belum stabil. Tapi kalau sudah SMA? Yang sebentar lagi akan masuk universitas dan menghadapi kenyataan hidup yang kejam? Masa' mau dibiarkan main melulu (Then, what’s the point you go to school everyday?). Terus nanti ujung-ujungnya juga guru lagi yang rempong. Siswa tak mau belajar, guru jungkir balik mikir gimana nilai nih anak bisa melampaui KKM. Terus nanti pas nilai ujian keluar, nilai siswa tidak bagus (yang bahkan setela didongkrak pun tyda masuc kategory loulous) guru lagi ujuk-ujuk disalahin.
Kan syebelllll.
Huft.
Seharusnya tuh ya, buat calon guru harus ada tambahan satu mata kuliah khusus di universitas.
Strategi Menghadapi Berbagai Macam Kepribadian Siswa.
Karena yah begitu lah, guru mesti punya kecakapan untuk memahami siswa dan bagaimana cara menangani siswa yang bertingkah semaunya sendiri di dalam kelas.
Eh tambah juga ding. Pelatihan Kepribadian dan Manajemen Emosi.
Oke, tulisan ini mulai tidak berarah.
Konsen lagi ke siswa-siswa yang suka banget main game ini.
Jadi beberapa minggu yang lalu aku menyarankan ke temanku, bagaimana kalau kamu membuat peraturan di kelas? Siswa nggak boleh pakai smartphone-nya di luar keperluan belajar. Kalau ketahuan main game, ponselnya diambil. Well, peraturan itu hanya bertahan satu pertemuan, karena di pertemuan berikutnya, siswa balik lagi kayak semula. Sebenarnya sudah ada peraturan sekolah yang mengatur tentang penggunaan ponsel di dalam kelas. But, students take this rule easy because not all teacher applying this rule in the classroom.
Seharusnya sih semua guru niat untuk menegakkan peraturan ini. Biar siswa menganggak serius juga hal ini. Aku sempat bawa curhatan temanku ini di salah satu grup guru di facebook, Dan rata-rata guru di grup itu punya anggapan yang sama.
"Di sekolah seharusnya ada peraturan yang mengatur tentang penggunaan ponsel di kelas. Setiap elemen sekolah bertanggung jawab untuk menegakkan peraturan tersebut. Bila seorang guru mendapati siswa yang menggunakan ponsel bukan untuk keperluan pembelajaran, guru bisa membawa masalah ini ke Komite Sekolah (maksudnya ini Guru BK). Dan biarkan Guru BK yang berurusan dengan siswa tersebut (ponsel disita, orang tua dipanggil ke sekolah). Bila tidak ada peraturan sekolah, guru bisa membuat peraturannya sendiri di dalam kelas. Set your rules, that four walls is your authority."
Dan begitu lah, menegakkan peraturan howooo~
Solusi kedua.
"Atau kamu usir saja siswanya dari kelas. Sudah ribut mainnya, mengganggu yang mau belajar. Huh!"
Tapi... apakah itu etis? 
Membiarkan siswa berkeliaran di luar ruang kelas seperti domba-domba yang tersesat membuat kita seolah-olah melepaskan tanggung jawab terhadap siswa. Membuat kita terlihat tidak peduli pada siswa yang bermasalah ini. Kalau siswanya kenapa-napa saat berada di luar kelas, guru lagi yang kena.
(Tapi kan, siswanya saja tak peduli kan ya ya ya~)
Kemudian...
Emangnya, gurunya sudah merancang proses pembelajaran yang menarik di dalam kenlas? Yang tidak membosankan? Yang memantik pemikiran kritis siswa dan membuat mereka menjadi haus akan ilmu pengetahuan?
Hmmm, sudah sih. Tapi fasilitas kelas tidak memadai. Proyektor tak ada untuk menyajikan media-media pembelajaran. Sementara mencetak sendiri sumber belajar terlalu banyak biaya.
(Ih, gurunya berkorban dong. Hoy~ Hoy~~~uang transpor aja nggak ada, zhay~~~)
Mau menghukum siswa dan mara-mara di dalam kelas juga kesannya too old school. Yang ada nanti malah emosi jiwa terus gebrak sana-gebrak sini (masuk penjara deh! atau nggak yah, digampar ama siswa sendiri)
When I write this, I don't know who to blame. The teacher? The students? The school? The system? Who? This sick-100-years-old-curriculum?
Well, markisatem. Mari kita salahkan sistem.
Huahahahaha~
Oke.
Stop blame everything.
Aku juga nggak mau terus-menerus apa-apa menyalahkan pemerintah. Karena yah... well, nyalahin pemerintah juga cuma bakalan bikin capek diri dan nggak menghasilkan apa-apa. Kecuali kalau kita bisa bikin gerakan dan merancang solusi sendiri untuk mengubah sistem pendidikan.
(Lah terus gunanya pemerintah yang bidang pendidikan apaan dong kalau bukan mikirin solusi untuk masa depan per-sekolah-an negara ini? Eeeeeee apa yhaaaa~~~)(Ngek, ini aku kayak orang bener aja ngomongnya).
Then?
We should ppgrade ourself.
But, how?
Apakah kami harus menjadi Yakuza dulu? 
The teachers were trapped and pinched by every walls. We face emotional struggle too, I think. It's hard to be a teacher. We deal with various students' personality in classroom. Then we have thousand jobs, not only in teaching but additional things too.Then we have problems in personal life too.
Well, nggak boleh lemah mental sih kalau mau jadi guru.
Yasss, kita harus kuat hati, kuat otak, kuat fisik. Biar bisa seperti Yamaguchi Kumiko, Great Teacher Onizuka, Guru Ann dan Guru Song, Guru Ma Yeo Jin si Penyihir Jahat, dan Guru Jung In Jae.
Bisa tegas.
Bisa santai.
Terampil menertawakan hidup.
Halaaahhhh kehidupan tak seindah drama Asia, bosque!
Oke tulisan ini mulai aneh.
Jadi kuakhiri saja.
Eh, aku dan temanku masih cari-cari solusi atas permasalahan ini. Bila kamu yang membaca ini punya usul, boleh lah bagi-bagi ke kita di kolom komentar. Sipppp~~~

2 comments:

  1. Assalamu'alaikum kak...
    pertama-pertama, aku mau bilang kalau aku selalu suka tulisan kakak.
    kedua, cerita ini lumayan panjang.
    ketiga, aku rasa, aku mengerti apa yang dirasakan kakak sewaktu menulis ini. Karena bapak ibuku juga seorang guru. Bapak guru olahraga SD, ibu guru bahasa inggris SMP. Ibuku juga pernah dibuat menangis karena anak muridnya yang bandel. Bukan hanya bandel usut punya usut sering minum alkohol dan ngerokok tuh anak. Jadi anak itu bahsanya kasar dan mudah emosi. Gurunya aja kalah, bapak ibunya yang ngurusin di rumah apalagi, udah pasrah.
    kalau masalah bagaimana caranya agar pembelajaran menarik atau siswa mau mengikuti? Bapakku pernah menjawab kalau harus dengan media pembelajaran yang menarik, lebih banyak gambar atau video. Tapi memang fasilitas tidak memenuhi.
    Tapi memang tergantung siswanya sendiri juga, kalau memang mereka malas belajar, ya begitulah.
    kalau masalah ponsel atau hp, sewaktu aku kelas sepuluh sekolahku melarang muridnya membawa hp, kalau ketahuan ya diambil, kalau mau dikembalikan harus ke ruang BK. Juga selalu mengadakan sidak hp seminggu sekali, harinya tidak pernah ditentukan, dadakan gitu biar anak muridnya terkejut gitu ceritanya.
    Waktu aku kelas sepuluh juga, guru biologi yang mengajar di kelasku itu perempuan, masih muda dibanding guru mata pelajaran lain, dia jarang masuk, tapi sekali masuk media pembelajarannya menggunakan ebook digital begitu.. sekalipun kami disuruh membeli buku pegangan, tapi guru itu membuat gamabar-gambar yang dibuku kami itu ditampilkan di LCD dengan gambar berjalan dan videonya. aku suka sekali waktu itu, saat melihat bagaimana bentuk-bentuk jamur dan bagaimana spora itu berkembang.
    temen kakak perempuan atau laki-laki? soalnya aku pikir, guru laki-laki biasanya itu lebih ditakuti daripada guru perempuan. biasanya ya.
    Oke segitu dulu ya kak, maaf kalau banyak omong. see you.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waalaikumsalam, Rizka

      Hehehe, makasih banget sudah menyempatkan diri mampir ke blog ini.

      Berbagi pengalaman, saya juga dulu hampir dibuat menangis oleh siswa sewaktu praktik mengajar dulu. yah siswa dnegan segaal maccam kepribadian mereka.
      Thanks a lot untuk sarannnya, Rizka. Semoga bisa segera dicoba :D

      Temanku perempuan, dan memang akrakternya dia itu selalu ingin dekat dengan murid jadi akan sulit untuk bsia terlihattegas. Tapi bsia lah dicoba sarannya.

      Delete

Kalau menurutmu, bagaimana?