Membingungkan.
Mungkin inilah salah satu kata yang
cocok untuk mendeskripsikan diriku.
Terkadang apa yang kukatakan ke orang
lain, tidak sejalan dengan isi pikiranku.
Dengan segala keragu-raguanku,
orang-orang bertanya-tanya tentang isi kepalaku.
Menjengkelkan memang, karena aku pun
kesal dengan diriku sendiri yang seperti ini.
Beberapa orang telah menjadi korban
dari kebingunganku ini. Ada yang pergi, namun ada juga yang tetap bertahan. Aku
benar-benar kagum kepada mereka yang bertahan, juga berterima kasih. Karena
dengan bertahannya mereka, membuatku merasa bahwa aku masih punya kesempatan
untuk memiliki 'kehidupan sosial' yang dalam. Bukan hanya sekedar tahu saja,
namun turut berbagi hal-hal yangtidak semua orang tahu tentangku.
Karena diriku yang membingungkan ini
lah, beberapa kali aku merasakan sakit hati. Ya, aku sakit hati dengan diriku
sendiri yang tidak mampu mengambil keputusan dengan baik sehingga aku berakhir
dengan menyedihkan dan menyakiti perasaanku sendiri.
Aku seseorang yang biasa-biasa saja,
dengan sedikit kualitas yang bisa dibanggakan, dan tidak menarik. Ketika ada
seseorang yang tertarik denganku, hal ini membuatku bingung lagi.
Apa yang dilihat seseorang dariku?
Entah mengapa, ketika kedekatan itu
terjadi ada bagian dari diriku yang mengais-ngais perhatian Bagian yang menguji
sejauh mana orang-orang akan berusaha mendekat. Kadang aku berpikir, dan sadar
juga, serta bertanya-tanya. Apa tujuanku melakukan hal ini? Menguji seseorang?
Untuk apa? Siapa diriku yang dengan seenaknya menguji seseorang? Siapa kamu,
Rin? Are you worth to do that?
Aku menguji karena ingin tahu,
seberapa jauh usaha. Seberapa tahan. Seberapa ingin. Seberapa mampu seseorang
bisa bertahan denganku. Karena aku sadar aku orang yang rumit dan membosankan
dan penuh rahasia dan lambat.
Tidak mudah bagiku untuk membuka pintu
dan menyilakan orang lain masuk dan duduk di rumahku.
Tidak, ketika dia tidak tahu apa-apa
tentang rumah yang dia masuki. Tidak, ketika dia tidak tahu makhluk jelek
seperti apa yang hidup dalam diriku.
Tidak banyak yang bisa bertahan.
Bahkan sebenarnya diriku pun tak mampu dan sudah kelelahan.
Orang-orang lelah dan pergi karena tak
tahan. Jelas, aku paham. Aku terlalu sulit untuk diajak bicara. Pergi menjauh
karena ada yang lebih baik. Jelas, aku paham. Aku terlalu membingungkan.
Aku menulis ini karena ingin
mengakhiri satu episode membingungkan dengan seseorang yang terus datang dan
pergi. Kadang aku kesal, namun tak jarang pula aku berharap. Ini kah orang yang
aku cari? Inikah orang yang tepat? Orang yang menerimaku?
Namun apa yang aku rasakan semakin
tidak jelas, arah langkah jadi tak jelas ke mana. Aku menaruh harapan, namun
juga menjadi sangat waspada. Karena pernah hampir membuka hati, namun menjadi
langkah yang terlambat. Jadi, lebih baik sekalian saja kupangkas semua.
Lebih baik kupotong saja borok yang
muncul karena hati yang dibiarkan terbuka dulu.
Sudahlah, Rin. Berhenti berharap dan
bersihkan hatimu.
Terima kasih, karena sudah pernah
mendekat. Setidaknya, aku pernah merasakan bagaimana didekati seseorang.
Doakan ya, semoga bisa konsisten!
[Untuk mereka yang mampu bertahan denganku, yang bersedia melihat bagian-bagian paling terburukku, pikiran-pikiran paling jelekku, terima kasih karena membuatku merasa bahwa hidupku tidak buruk-buruk amat. Sejelek-jeleknya diriku, masih ada yang mau menerimaku.
[Untuk mereka yang mampu bertahan denganku, yang bersedia melihat bagian-bagian paling terburukku, pikiran-pikiran paling jelekku, terima kasih karena membuatku merasa bahwa hidupku tidak buruk-buruk amat. Sejelek-jeleknya diriku, masih ada yang mau menerimaku.
Terima kasih. Terima kasih karena masih mau berteman denganku.]
No comments:
Post a Comment
Kalau menurutmu, bagaimana?