Maleficent 2: Makanya Jangan Sok Berkuasa

Saturday, November 2, 2019


Maleficent 2: Mistress of Evil


There are a lot of things that I should post--scratch--write, but I'm too lazy to do that (I'm so busy for sleeping). For this post, like what the tittle said, I want to talk about the movie that I just watch. Maleficent 2: Mistress of Evil. Its not a review, maybe this is just a random talking about Maleficent, the 'villain' but actually not a villain.

source
Film ini dibuka dengan adegan yang sangat memanjakan  mata, penuh bunga-bunga, hutan, sungai, dan makhluk-makhluk magis lainnya. Singkat cerita (dan karena ndak mau sopiler juga tentunya), cerita digiring ke isu pernikahan Princess Aurora dan Pangeran Philip. Yang kalau mengingat film sebelumnya, mereka berdua ini sudah saling bertemu dan jatuh cinta, tapi Princess Aurora balik dulu ke kerajaan Moors dan memerintah di sana bersama Maleficent. Si pangeran pun melamar dan tuan putri menerima. Seluruh warga kerajaan Moors menyambut dengan gembira kabar bahagia dari dua anak manusia yang sudah ngebet kawin--nikah ini. But, of course dong yha Maleficent menolak dengan keras, hellowww enak aja setelah dikhianati dan disalahpahami sebagai  penjahat, Maleficent dengan suka rela melepaskan Aurora? Uwwwww. Bukan melepaskan juga sih yah, cuma ya masa setelah tahu manusia tuh bentukannya kayak gimana, sifat-sifat terburuknya kayak apa terus Maleficent iya-iya saja menyerahkan anak angkatnya (yang manusia juga) ke manusia lainnya. Duka lara karena pernah dikhianati membuat Maleficent super duper berhati-hati.
Aurora terus saja meyakinkan ibu angkatnya dan si Maleficent pun yah... luluh. Meskipun tidak yakin, tapi dia yaiya saja diajak makan malam sebagai langkah awal untuk membicarakan pernikahan dua anak muda ini, Aurora dan Philip. Dan juga ya, sebagai awal konflik di film ini.
source
Maleficent yang penampilannya aneh dan meyeramkan, terpaksa harus 'membungkus' dirinya, tidak bisa memperlihatkan dirinya yang sesungguhnya ketika hendak bertemu dengan orang-orang dari kerajaan lain. Is this sounds familiar to you?
Like, kita semua punya keanehan. We have our own weirdness in ourselves, but we often need to conceal that for the sake of society, so other people could accept us. Because we look and act like them. We have our own horn and wings with their beautiful colors, but we paint them in the same color so all of us look similar and more acceptable.
Yang berkilauan memang lebih indah, uwo-oo
And here is the Queen, a person that soft-talked, beautiful, but arrogant, a kind of human that think other creatures not equal with her dan serakah (ada juga sih sedikit backstory tentang ratu ini, tapi yha ewww I can't relate). Di mata dia penduduk Moors itu hanyalah makhluk yang sebaiknya dimusnahkan saja. Ya tipikal Nazi. Merasa mayoritas, merasa tinggi, merasa punya hak terhadap orang-orang yang berbeda dengan dia. Okay, this sounds political now.
Sepanjang cerita kita bakalan disuguhkan dengan keberadaan bangsa Fey yang terpaksa harus bersembunyi dari opresi yang dilakukan manusia, yang bikin aku mau banget ngomel dan marah-marah. Pengen banget ribut dan ngejitakin manusia yang ada di film ini, para peri yang ngebet banget liat orang nikah (nah rasain kan lu, pada gatel sih ngatur-ngatur nikahan), tuan putri yang sumbu pendek, dan juga orang-orang yang sok korban padahal penjahat licik.
Karena, gimana yah...
I will restate what I say before.
Just because there are people that different, doesn't make it right for us to oppress them. Segala prasangka muncul karena kita melihat orang lain yang tampilannya aneh, lantas jadi membenci orang lain tersebut. Bahkan tidak jarang, orang yang kita percaya dan kita sayangi pun, bisa saja memberikan prasangka yang salah kepada kita.
Dan juga, dengan begitu arogan dan ignorannya, mengabaikan hak orang lain dan common sense, merasa bahwa orang lain tuh berhak diambil rumahnya hanya karena mereka terlihat hidup lebih baik dibanding kita. Ya, begimana yak, kan para orang-orang sok ini yang emang suka bikin susah diri sendiri. Susah kalau liat orang lain hidup damai dan tenang. Tanpa memikirkan apa yang sudah dia perbuat terhadap orang lain, dengan seenaknya merasa paling korban dan menganggap sah-sah saja melakukan penindasan. Wagelaseh.
Selama kedua bangsa ini berperang, aku menunggu banget si ratunya kena cakar dan mati. Setelah bikin jengkel selama dia muncul kan ya, setidaknya muncul lah adegan dia berdarah-darah (but, ooppss this movie is 'Semua Umur', so no overflowing blood). Dan endingnya okelah. Kusuka. Pembalasan sempurna memang buat ratu yang arogan dan ignoran.
Perubahan Maleficent juga yang selama perang makin badass, Aurora dan Philip yang yha okelah. Woah sepanjang nonton wa menganga melulu kalau Maleficent hadir. Keren beut dah, cool girl banget dianya mah! Manusia tuh emang kayak gini harusnya, kalau ditindas yha ngelawan. Setidaknya dijulidin deh, biar ndak makan hati banget.
Well well well, segala omelan randomku sepertinya sudah  kukeluarkan. Yang intinya adalah bahwa perang, dimana pun dan kapan pun, selalu ada karena keserakahan dan betapa tidak pedulinnya kita terhadap sesama.

No comments:

Post a Comment

Kalau menurutmu, bagaimana?