Ia tidak pernah diperlakukan dengan seperti
ini.
Semua orang memperlakukannya dengan baik,
menghormatinya, menyayanginya, dan tak pernah melukai dirinya. Ia begitu
disayangi dan disanjung. Semua orang akan memberikan jalan untuknya ketika ia
lewat, setiap pria akan menarikkan pintu, menggeser kursi, memegang lengannya
ketika ia turun dari mobil. Ia tidak pernah ditinggalkan, dia lah yang
meninggalkan. Dia tidak pernah mengejar, dia lah yang dikejar. Dia tidak pernah menunggu, dia lah yang ditunggui.
Namun, lelaki itu. Kamu. Kamu tidak pernah
memperlakukannya sebagai mana orang lain memperlakukan dia. Kamu tidak pernah
memanjakannya, kamu tidak pernah menuruti semua kemauannya, kamu bahkan dengan
mudah mengacuhkannya.
Sebaliknya, dia tidak bisa mengacuhkanmu.
Kamu... yang katanya begitu bersinar
seperti matahari.
Kamu yang berjalan santai begitu
melewatinya, santai saja tersenyum lebar begitu menangkap basah ia yang sedang
mencuri-curi pandang kearahmu, kamu yang tetap tenang ketika jemarimu tak
sengaja menyambar jemarinya. Satu sentuhan yang singkat, hanya sepersekian
detik, dan dia begitu terpaku.
Kamu, yang selalu menjadi bahan pembicaraan
otak dan hatinya. Kamu lah yang membuatnya mengalami kegilaan sesaat,
bercakap-cakap dengan dirinya sendiri. Kamu lah yang membuatnya tersenyum
bahagia setiap kali masuk kelas, tersenyum cerah dan bersinar. Kamu lah yang
membuat hari-harinya begitu indah. Kamu lah yang menduduki tahta teratas
hatinya, dalam hal ini, seluruh hatinya.
Dan segalanya menjadi begitu indah...
ketika kamu tersenyum padanya dengan alasan yang sama. Ketika kamu juga
menccuri pandang ke arahnya dengan alasan yang sama.
Namun... mengapa kalian berdua membuat
kisah ini menjadi semakin rumit?
Kalian saling sembunyi perasaan satu sama
lain. Sama-sama tidak mau mengakui, bahkan ketika rasa yang bercokol dalam hati
kalian makin menguat. Setiap perhatian, setiap tatapan mata, setiap genggaman
tangan yang 'tidak' disengaja, kalian menyangkalnya, menyangkal dengan sangat
sehingga kentara kalau kalian berdua membual.
Ada berapa ratus hari yang kalian lalui
dengan berbohong tentang perasaan kalian?
Ada berapa ratus hari yang kalian lewati
untuk mempertimbangkan "apakah aku harus menyatakan perasaan ini?"
Dan ketika satu hari itu dipilih, hari yang
begitu istimewa, karena hari ini adalah hari ulang tahunnya.
Kamu memintanya untuk menunggumu di sebuah
taman, di sore hari yang cerah. Untuk suatu momen yang kamu rasa akan begitu
mencerahkan, untuk kalian berdua.
Dia menunggumu dengan gelisah, di taman
itu. Berkali-kali mengecek arloji di tangan kirinya, merapikan anak-anak
rambutnya, menoleh ke kanan kiri, mengharapkan kedatanganmu.
satu jam... dua jam... tiga jam... mengapa
kamu begitu terlambat?
Apakah kau sengaja mempermainkan dia?
Kamu membuatnya menunggu.
Namun, kamu pun tidak tahu kalau kamu akan
membuatnya menunggu selama itu.
***
"Kenapa kamu lama sekali?" gadis
itu telah mengecek arlojinya untuk yang kesekian kali. Kakinya berbalut flat
shoe putih tulang mengetuk-ngetuk paving block yang ia pijak. Ia sudah
berdandan cantik untuk hari ini, untuk hari di mana mereka berjanji akan
bertemu berduaa saja, karena katanya, orang yang dia anggap spesial itu ingin
menyampaikan sesuatu.
Namun, mengapa ia harus menunggu? Ia tidak
pernah menunggu selama ini!
Ponselnya berdering, lekas ia mengacak-acak
isi tasnya. Itu pasti dari seseorang yang dia tunggu.
Gadis berlesung pipi itu tersenyum riang,
hatinya melonjak dengan girang.
Revan calling...
Rasanya menyebalkan. Seperti dihempaskan
dari tempat yang tinggi ketika tahu bahwa orang meneleponmu bukanlah orang yang
kamu harapkan.
"Halo, Van kenapa?"
"Cha, maaf..."
"Maaf kenapa, Van?"
"Gue nggak bisa bilang lewat telepon,
Cha. Lo di mana sekarang?"
"Gue... gue lagi di taman kota. Kenapa
emangnya?"
"Lagi nungguin Andra, ya?"
"Iya. Lagi... nungguin dia."
Si gadis menjawab dengan tersipu-sipu.
"Gue ke sana sekarang. Jangan ke
mana-mana."
Ada apa ini? Kenapa Revan ingin menemuinya?
Apakah... Apakah Andra, lelaki yang ia tunggu-tunggu sedang merencanakan
sesuatuu? Apakah... Pipinya memerah, ia tidak mampu berpikir lebih jauh lagi.
Pikiran bahwa Andra sedang menyiapkan suatu kejutan sudah sangat melambungkan
dirinya.
Rasanya, rasanya ia ingin terbang, melonjak
dan menari dengan bahagianya. Pipinya benar-benar memerah sekarang. Tidak
sia-sia dia menunggu selama berjam-jam.
"Chacha!" seseorang berteriak
padanya, segera ia menoleh dan mendapati Revan tengah berlari ke arahnya. Ia
melambai sembari tersenyum. Namun rasa-rasanya ada yang aneh dengan Revan. Dan
ketika pemuda itu mendekat, ia tahu sesuatu terjadi.
"V-Van," sesaat ia tidak mampu
menemukan lidahnya, penampilannya aneh sekali. "Ke-kenapa? Apa yang
terjadi? Ke-kenapa...?"
"Cha, maaf... Cha...."
"Ma-maaf kenapa? Revan kenapa kamu...
berdarah... kamu..."
"Andra, Cha... Andra... tadi pas mau
ke sini... Andra..."
"Andra kenapa?"
"Andra kecelakaan, Cha."
Sekarang, setelah lidahnya,
tulang-tulangnya pun serasa menghilang.
"Kecelakaannya parah, Cha..."
"Jadi... Andra gimana?"
Saat ia melihat Revan menggeleng, langit
sepertinya runtuh.
Apakah ini akhir yang ia dapatkan setelah
berjam-jam menunggu? Setelah menanti berhari-hari, inikah akhirnya?
Ia tidak pernah mengharapkannya.
Ia tidak pernah mengharapkan untuk
menunggu. Menunggu lama.
Ia tidak pernah menduga, bahwa ia akan
menunggu selama-lamanya.
Menunggu sesuatu yang ingin dikatakan oleh
seseorang yang begitu istimewa.
Karena sekarang, seseorang itu pergi jauh.
Ada hal yang harus seseorang itu lakukan terlebih dahulu.
Dia pergi, dan rasa-rasanya Chacha akan
menunggu lama, lama sekali. Mungkin bertahun-tahun.
No comments:
Post a Comment
Kalau menurutmu, bagaimana?