Menunggu

Thursday, January 9, 2014

Ia tidak pernah diperlakukan dengan seperti ini.
Semua orang memperlakukannya dengan baik, menghormatinya, menyayanginya, dan tak pernah melukai dirinya. Ia begitu disayangi dan disanjung. Semua orang akan memberikan jalan untuknya ketika ia lewat, setiap pria akan menarikkan pintu, menggeser kursi, memegang lengannya ketika ia turun dari mobil. Ia tidak pernah ditinggalkan, dia lah yang meninggalkan. Dia tidak pernah mengejar, dia lah yang dikejar. Dia tidak  pernah menunggu, dia lah yang ditunggui.

Namun, lelaki itu. Kamu. Kamu tidak pernah memperlakukannya sebagai mana orang lain memperlakukan dia. Kamu tidak pernah memanjakannya, kamu tidak pernah menuruti semua kemauannya, kamu bahkan dengan mudah mengacuhkannya.

Sebaliknya, dia tidak bisa mengacuhkanmu.

Kamu... yang katanya begitu bersinar seperti matahari.

Kamu yang berjalan santai begitu melewatinya, santai saja tersenyum lebar begitu menangkap basah ia yang sedang mencuri-curi pandang kearahmu, kamu yang tetap tenang ketika jemarimu tak sengaja menyambar jemarinya. Satu sentuhan yang singkat, hanya sepersekian detik, dan dia begitu terpaku.

Kamu, yang selalu menjadi bahan pembicaraan otak dan hatinya. Kamu lah yang membuatnya mengalami kegilaan sesaat, bercakap-cakap dengan dirinya sendiri. Kamu lah yang membuatnya tersenyum bahagia setiap kali masuk kelas, tersenyum cerah dan bersinar. Kamu lah yang membuat hari-harinya begitu indah. Kamu lah yang menduduki tahta teratas hatinya, dalam hal ini, seluruh hatinya.

Dan segalanya menjadi begitu indah... ketika kamu tersenyum padanya dengan alasan yang sama. Ketika kamu juga menccuri pandang ke arahnya dengan alasan yang sama.

Namun... mengapa kalian berdua membuat kisah ini menjadi semakin rumit?

Kalian saling sembunyi perasaan satu sama lain. Sama-sama tidak mau mengakui, bahkan ketika rasa yang bercokol dalam hati kalian makin menguat. Setiap perhatian, setiap tatapan mata, setiap genggaman tangan yang 'tidak' disengaja, kalian menyangkalnya, menyangkal dengan sangat sehingga kentara kalau kalian berdua membual.

Ada berapa ratus hari yang kalian lalui dengan berbohong tentang perasaan kalian?
Ada berapa ratus hari yang kalian lewati untuk mempertimbangkan "apakah aku harus menyatakan perasaan ini?"
Dan ketika satu hari itu dipilih, hari yang begitu istimewa, karena hari ini adalah hari ulang tahunnya.
Kamu memintanya untuk menunggumu di sebuah taman, di sore hari yang cerah. Untuk suatu momen yang kamu rasa akan begitu mencerahkan, untuk kalian berdua.

Dia menunggumu dengan gelisah, di taman itu. Berkali-kali mengecek arloji di tangan kirinya, merapikan anak-anak rambutnya, menoleh ke kanan kiri, mengharapkan kedatanganmu.

satu jam... dua jam... tiga jam... mengapa kamu begitu terlambat?
Apakah kau sengaja mempermainkan dia?

Kamu membuatnya menunggu.

Namun, kamu pun tidak tahu kalau kamu akan membuatnya menunggu selama itu.
***
"Kenapa kamu lama sekali?" gadis itu telah mengecek arlojinya untuk yang kesekian kali. Kakinya berbalut flat shoe putih tulang mengetuk-ngetuk paving block yang ia pijak. Ia sudah berdandan cantik untuk hari ini, untuk hari di mana mereka berjanji akan bertemu berduaa saja, karena katanya, orang yang dia anggap spesial itu ingin menyampaikan sesuatu.

Namun, mengapa ia harus menunggu? Ia tidak pernah menunggu selama ini!

Ponselnya berdering, lekas ia mengacak-acak isi tasnya. Itu pasti dari seseorang yang dia tunggu.
Gadis berlesung pipi itu tersenyum riang, hatinya melonjak dengan girang.

Revan calling...

Rasanya menyebalkan. Seperti dihempaskan dari tempat yang tinggi ketika tahu bahwa orang meneleponmu bukanlah orang yang kamu harapkan.

"Halo, Van kenapa?"

"Cha, maaf..."

"Maaf kenapa, Van?"

"Gue nggak bisa bilang lewat telepon, Cha. Lo di mana sekarang?"

"Gue... gue lagi di taman kota. Kenapa emangnya?"

"Lagi nungguin Andra, ya?"

"Iya. Lagi... nungguin dia."
Si gadis menjawab dengan tersipu-sipu.

"Gue ke sana sekarang. Jangan ke mana-mana."

Ada apa ini? Kenapa Revan ingin menemuinya? Apakah... Apakah Andra, lelaki yang ia tunggu-tunggu sedang merencanakan sesuatuu? Apakah... Pipinya memerah, ia tidak mampu berpikir lebih jauh lagi. Pikiran bahwa Andra sedang menyiapkan suatu kejutan sudah sangat melambungkan dirinya.

Rasanya, rasanya ia ingin terbang, melonjak dan menari dengan bahagianya. Pipinya benar-benar memerah sekarang. Tidak sia-sia dia menunggu selama berjam-jam.

"Chacha!" seseorang berteriak padanya, segera ia menoleh dan mendapati Revan tengah berlari ke arahnya. Ia melambai sembari tersenyum. Namun rasa-rasanya ada yang aneh dengan Revan. Dan ketika pemuda itu mendekat, ia tahu sesuatu terjadi.

"V-Van," sesaat ia tidak mampu menemukan lidahnya, penampilannya aneh sekali. "Ke-kenapa? Apa yang terjadi? Ke-kenapa...?"
"Cha, maaf... Cha...."
"Ma-maaf kenapa? Revan kenapa kamu... berdarah... kamu..."
"Andra, Cha... Andra... tadi pas mau ke sini... Andra..."
"Andra kenapa?"
"Andra kecelakaan, Cha."
Sekarang, setelah lidahnya, tulang-tulangnya pun serasa menghilang.
"Kecelakaannya parah, Cha..."
"Jadi... Andra gimana?"
Saat ia melihat Revan menggeleng, langit sepertinya runtuh.
Apakah ini akhir yang ia dapatkan setelah berjam-jam menunggu? Setelah menanti berhari-hari, inikah akhirnya?
Ia tidak pernah mengharapkannya.
Ia tidak pernah mengharapkan untuk menunggu. Menunggu lama.
Ia tidak pernah menduga, bahwa ia akan menunggu selama-lamanya.
Menunggu sesuatu yang ingin dikatakan oleh seseorang yang begitu istimewa.
Karena sekarang, seseorang itu pergi jauh. Ada hal yang harus seseorang itu lakukan terlebih dahulu.

Dia pergi, dan rasa-rasanya Chacha akan menunggu lama, lama sekali. Mungkin bertahun-tahun.


No comments:

Post a Comment

Kalau menurutmu, bagaimana?