Rindu

Saturday, September 20, 2014

Sa rindu masa lalu.
Di mana saya bisa nakal tanpa perlu memikirkan akibat dari kenakalan saya.
Di mana ketika saya pulang terlambat ada Bapak dengan kumis tebalnya menunggu di depan pintu untuk memarahi saya.
Tapi, ah. Sekalipun hati gentar ketika berhadapan
Toh besoknya, nakalnya diulangi lagi.

Sa rindu masa lalu.
Yang cuma main boneka sama-sama mama.
Yang adik tertidur di telapak kaki mama
dengan aku yang mengusik minta diperhatikan.

Sa rindu masa lalu.
Yang dulu diajari membaca tapi tak bisa-bisa.
yang mengeja -ng- saja susahnya setengah mati.
yang dulu bodoh sekali tak bisa membedakan tanda strep dan garis miring,
padahal artinya sama.

Sa rindu masa lalu.
Yang dulu untuk ke pasar malam sekeluarga naik motor besar.
Dibonceng lima dengan urutan anak kedua, bapak, anak pertama, anak ketiga dan mama di bagian paling belakang.
Sampai jadi pusat perhatian orang-orang di lampu merah.

Sa rindu masa lalu.
Saat mama memanjakan saya dengan boneka barbie
Saat bapak menghukum dengan kaki diangkat sebelah dan tangan menjewer kuping sendiri.
Saat adik yang luka dan saya yang dimarahi.

Sa rindu masa lalu.
Saat bapak tersenyum bangga sekalipun saya hanya membawa rapor dengan tulisan rangking II.
Saat diantar bapak untuk ikut gerak jalan indah.
Hahahah.
Saat bapak ke sekolah dengan baju polantas dan kacamata ribennya. Mencari seorang anak laki-laki yang kemarinnya membuat saya menangis.

Sa rindu masa lalu.
Saat nenek pertama kali mengajari saya memasak kangkung.
Membuat telur goreng.

Sa rindu masa lalu.
Saat kami semua berkumpul di ruang keluarga di hari lebaran.
Dengan om, tante, sepupu, tetangga yang datang ke rumah.
Sama-sama makan burasa dan opor ayam.

Bahkan saya merindukan pertengkaran.
Di mana ada sosok-sosok kecil yang smebunyi di belakang pintu.
Sosok lain yang mengancam mau melompat dari jendela.
Dan sosok satunya yang bingung harus berbuat apa yang kemudian ayam jantan peliharaannya jadi sasaran parang yang dilempar dann kemudian dibakar.

Rindu, sih. Rindu.
Tapi,
Rindunya sekarang kok sakit sekali.
Rindu itu, kadang kali sakitnya lebih parah dibanding kehilangan (dalam kasus tertentu, hahahah).

Rindu, sih. Rindu.
Rindu pasar malam.
Sayang, motor besarnya sudah tak ada.

No comments:

Post a Comment

Kalau menurutmu, bagaimana?