Di
dalam kepalanya, tinggal seekor burung.
Dia
mengaku.
“Dan
jangan mengernyitkan dahi,” dia memperingatkan.
Jadi,
aku kembali memasang wajah datar, meskipun pikiranku sudah tertawa
terbahak-bahak dan juga geli, bagaimana mungkin ada seekor burung dalam kepalanya?
“Burung
apa?” Tanyaku.
Dia
menenguk air putih, langsung dari botolnya, menyeka bibir, lalu jeda sejenak. “Burung
yang cerewet.” Katanya.
“Cerewet?
Kakatua maksudmu? Nuri? Perkutut? Or a
kind of bird that I don’t know?”
“A kind of bird that you
don’t know.
Burung ini tidak bisa kamu temukan di mana pun. Dia Cuma hidup di kepalaku.”
“Dia
jenis burung yang langka?”
“Langka
dan satu-satunya di dunia karena dia Cuma ada di kepalaku. Kenapa sih, dari
tadi kamu Tanya terus? Kamu mau ngambil burungku ya?”
Matanya
melotot dan dengan sigap ia meraih botol air yang masih terisi setengah botol,
setengahnya tadi sudah berpindah ke dalam perutnya, bahasa tubuhnya mulai
menunjukkan ketidaksukaan padaku dan dia sudah pasang kuda-kuda. Gila nih
orang.
Aku
mengangkat tangan meminta perdamaian, aku tidak mau kepalaku benjol gara-gara
botol air. Dia mulai tenang, dan aku memintanya duduk. Aku menghela napas
sejenak, menghadapi orang kolot seperti dia butuh usaha yang ekstra keras.
“Jadi
burung bapak cerewet?”
“Iya,
cerewet sangat. Dia. Dia menunjuk kepalanya, dia bisa ngoceh berjam-jam tentang
harga sembako, BBM. Dan yang paling aneh, dia jadi makin cerewet kalau aku
ngomongin perempuan. Suaranya itu, bikin
telinga sakit, berdarah kuping aku. Tapi itu belum seberapa. Saking cerewetnya
dia, saking ributnya dia. Istriku tahu kalau aku punya simpanan. Istriku
ngamuk. Kamu sudah beristri?”
Aku
menggeleng.
“Sebaiknya
cari istri yang cerewet daripada cari istri yang pendiam. Istri yang pendiam
berbahaya, saking berbahayanya, dia sering tanya-tanya burungku, diancam-ancam
pakai pisau. Burungku takut diancam. Ngaku dia.”
“Lantas?”
pancingku
“Lantas….”
Ada jeda yang panjang setelahnya, dia menerawang. Lantas dia melotot lagi. Tak
hanya itu, dia mulai beteriak-teriak dan meronta. Kini aku paham maksudnya
dengan suara yang mampu membuat kuping berdarah. Urat-urat di dahi dan di lehernya seperti ingin meloncat dari
bawah kulit.
~0o0~
Diikutkan
untuk #rabumenulis @gagasmedia
No comments:
Post a Comment
Kalau menurutmu, bagaimana?