here |
Postingan yang mengawali bulan Februari,
bulan yang penuh cinta ini adalah postingan tentang gue yang pulang kampung dan
masih tak jelas apakah akan kembali atau ndak.
Well, di sini gue cuma mau cerita tentang
ppengalaman pulang kampung gue yang membosankan, tralalala....
Buat lo elo semua, yang sudah pernah atau
sering pulang kampung naik mobil angkutan antarprovinsi, pasti salah satu atau
salah dua dari teman penupang mobil kalian itu ada yang namanya 'Kenal
Segalanya'. Siapa itu kenal segalanya? Dia adalah sesosok ibu-ibu atau
bapak-bapak yang mengenal semua orang yang tidak lo kenal. Biasanya, setiap
percakapan dengan orang ini akan diawali dengan...
"Dari mana, dek?"
"Dari Kendari..."
Kendari mana?"
"Kendari kota, kota lama..."
"Oh... kota lama, kenal sama bapak A?
sama Ibu B? sama kakek C?"
Untung-untung kalau lo tahu sama orang yang
dia maksud, dan bagus juga kalau lo bisa nyambung-nyambung omongan. Kalau ndak?
Percakapan itu bakalan berakhir dengan garing dan tante-tante atau bapak-bapak
itu akan beralih ke penumpang lain yang bakalan ditanya dengan pertanyaan yang
sama.
Well, ditanya dengan orang yang seperti itu
sih nggak buruk-buruk juga. Maksudnya kan ya biar keadaan di mobil nggak sunyi
sepi kayak kuburan. But, terkadang pakem pertanyaan untuk membuka percakapan
tuh selalu yang itu-itu aja. Ini berkesan bahwa kalau mau naik angkutan
antarprovinsi, lo mesti tahu semua penduduk yang ada di kota asal lo.
Belum lagi nih, kalau seandainya si penanya
mulai bawa-bawa nama pejabat yang katanya masih ada hubungan darah sama dia. ya
Tuhannnn.... ini ibarat dapat pelajaran sejarah kota di dalam mobil. T.T
Tapi tak apalah, tak selamanya itu buruk
karena dengan adanya orang yang seperti ini bisa melatih kita untuk ngomong
sama orang asing, dan yang paling penting mendorong kita untuk tahu nama-nama
pejabat daerah (apa deh)....
Nah, itu cerita di dalam mobil angkutan
antarprovinsi, kalau yang selanjutnya ini giliran cerita pas di kapal feri.
nah, kan pas mau naik kapal tuh gue selalu
dianterin sama teman mamaku, yang biasanya selalu dipanggil Puang Sul. Puang
Sul dan istrinya dulu pernah tinggal di rumah gue, dan sekarnag sudah pindah ke
Bajoe, Bone karena pindah tugas. Nah, pas
naik kapal, Puang Sul sempat kasih salam gitu sama nahkoda kapal. Pas gue liat
tuh nahkoda... Busetttt... ustadz....
Dan cerita tak berhenti sampai di situ
saja. Pas kapal sudah jalan, OTW ke Kolaka, kan makan waktu sekitar
enam-delapan jam. Waktu itu gue habiskan dengan makan, tidur, dan baca novel.
Nah pas edisi baca novel nih, yang bikin tengsin tapi menyejukkan hati. Kan gue
baca novel sambil dengar musik. Pas lagi asyik baca novel ada yang nyeletuk di
belakang gue.
"Wah, kalau baca beginian justru bikin
kamu mengkhayal ini."
Besss... gue kaget nih, tapi gue abaikan
aja karena paling ABK-ABK kapal yang gangguin. Lanjut aja baca novelnya. Eh,
itu orang nggak pindah-pindah dari tempatnya, masih tetap berdiri di samping
tempat duduk gue. Pas gue angakt kepala....
Astaghfirullah.... (harus alim, karena ini
ustadz), ternyata itu Nahkoda Ustadz yang tadi. Langsung tutup novel gue, dan
sok nunduk-nunduk kayak anak alim. Terus gue pikir pas gue tutup buku,
Nahkodanya bakalan pergi. Ternyata, dia malah ceramah di situ, ini
penumpang-penumpang di ruang eksekutif kena kultum tengah malam. Mulai dari
perkara baca buku novel (cerita yang membuat kita mengkhayal) sampai membaca
surah Yaasin di pagi hari. Dan itu semua karena gue kedapatan baca novel.
Ya kan gue nggak tahu kalau nahkoda kapal
yang gue tumpangi ini sering patroli...
T.T
Asli malu banget gue, lebih malu ketimbang
pas kedapatan nonton Naruto di Perpustakaan waktu masih SMP dulu. Malu malu
malu abiesss....
Malu nggak tahu kenapa.
Terus bagian menyejukkan hatinya di mana?
Kan ini kepulangan gue dalam rangka
sesuatu-yang-tidak-bisa-disebutkan-kenapa. Dan gue tuh drop banget, karena masa
depan perkuliahan gue ini berada diambang cuti atau tetap lanjut. Asli rasanya
berat banget. Terlebih lagi kan semester enam ini adalah semester terberat
terakhir dari delapan semester yang ada.
Dan pas mendengar kultum dari Pak Nahkoda
tadi, ada beberapa hal menggugah gue untuk instrospeksi diri. Betapa gue selama
ini jarang banget dapat siraman rohani plus mulai renggang-renggang gitu deh
sama Tuhan. Well, mungkin Pak Nahkoda itu adalah sosok kiriman Tuhan untuk
menyadarkan gue, si hamba yang kampret ini.
Ini aja deh, yang sempat gue cerita untuk
perjalanan pulang kampung gue kali ini. Pelajaran yang bisa diambil adalah
sering-seringlah nonton berita, baca koran, dan ngomong biar nggak kudet dan
kalau mau baca novel, lihat-lihat dulu, ada ustadz atau nggak! Oke?
See you in the next post!
jngan cutttiii
ReplyDelete:t