Hola! Gue balik lagi.
Sudah lewat satu bulan dan gue sudah jarang-jarang banget ngeposting lagi.
Belakangan ini gue udah sibuk sana-sini.
Menjadi KKNers, jadi guru, jadi ibu rumah tangga wannabe. Hahahha, iya jadi ibu rumah tangga wannabe coz selama KKN kan gue
sama teman-teman seposko gue tuh masak sendiri, jadinya mau nggak mau gue juga
harus belajar masak. Gue yang jarang-jarang ada di dapur dituntut buat settap
hari selalu di dapur. Karena pembagian giliran memasak yang dibagi perwaktu
makan (sarapan-siang-malam) bukan perhari makanya semua orang di posko tuh punya
giliran masak setiap hari.
Setelah satu bulan
KKN, sekarang gue sudah bisa bikin sambal. Huajajajajajajaja. Terus… baru
segitu aja sih kemampuan gue, soalnya kalau dapat giliran masak yang gue
kerjain paling bikin sambal, terus bantu teman potong-potong sayur sama menanak
nasi.
Kita juga sudah mulai
sibuk seminggu belakangan ini, mulai ngerjain program kerja meskipun masih
tersendat-sendat sih. Setiap pulang dari kerja proker pasti langsung pada tepar
semua. Lelah pokoknya! Tapi seru-seru sih.
Proker pertama :D |
Kita juga sempat
bantu-bantu OSIS pas lomba baca puisi untuk peringatan Hari sumpah Pemuda
kemarin-kemarin, terus ikut raker OSIS juga yang …. Yah mungkin buat
orang-orang yang pernah ikut berorganisasi apa lagi mantan anak OSIS bakalan
tersenyum miris dan merasa bahwa ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam
organisasi ini.
Jadi seksi dokumentasi ka wehhhh |
Terus sekarang gue
mau cerita tentang kegiatan mengajar gue!
Yeyyy!
Di sini gue ngajar di
kelas sebelas, yaitu kelas XI IPA1 dan XI IPA2. Well, bisa dibilang bahwa IPA2
itu merupakan representasi kelas yang bakalan bikin guru mesti teriak-teriak
kalau mengajar. Kalau IPA1 rata-rata penghuninya lebih banyak diam. Di dua
kelas itu, gue mendapatkan pengalaman mengajar siswa-siswi dengan karakter yang
benar-benar berbeda. Mengajar di dua kelas dengan karakter yang bertolak
belakang di hari yang sama, pasti membutuhkan persiapan yang harus sangat
matang. Karena kita pasti nggak bisa menyamakan metode dan strategi mengajar
kedua kelas tersebut.
Kedua kelas ini
menawarkan pengalaman serta tantangan yang berbeda setiap kali gue masuk
mengajar.
Setelah enam kali
masuk mengajar di setiap kelas, gue sudah mulai akrab dengan murid-murid di
sana. Ada beberapa orang yang gampang gue ingat nama dan raut wajah,serta
tingakh-tingkah aneh mereka. Emang bener deh, guru itu mengenali siswanya dari
dua hal; prestasi dan juga tingkah nyeleneh yang suka kita lakuin di kelas. Ada
juga yang susah gue ingat namanya, makanya gue kadang suka sungkan menegur,
karena gimana yaahhh… gue kurang suka gitu kalau negur siswa cuma dengan kata
“eh…eh… anu….” Agak gimana gitu deh. Kita juga pasti bakalan ngerasa aneh kalau
kita ditegur dengan cara seperti itu.
Jadi paham gue
pentingnya nama.
Tak ada proyektor, laptop pun jadi lahhhh |
Ada siswa gue yang
super berisik di kelas, ada juga yang super pendiam di kelas. Ada yang sok, ada
yang suka cari perhatian, ada yang semangat banget belajar, bertanya ini-itu
dengan rasa ingin tahu yang tinggi, ada juga yang acuh tak acuh di kelas. Gue
seneng banget kalau ada siswa yang bertanya, atau aktif menjawab pertanyaan di
kelas. Dan gue juga suka bingung gimana cara menghadapi siswa yang ogah-ogahan
belajar.
Gue jadi paham
rasanya jadi guru atau dosen yang kalau ngajar terus siswanya nggak aktif di
kelas. Karena kalau siswa nggak aktif tandanya apa yang kita bawain di kelas
tuh kurang menarik atau kita belum berhasil menarik minat siswa. Dan merasakan
kegagalan seperti itu membuat hati jadi susah.
Setiap kali mau
ngajar, gue kadang berpikir keras kadang juga ngayal bodo-bodo tentang gimana
caranya besok gue bawain pelajaran. Gue kadang pusing sendiri, gimana caranya
nanti gue menenangkan siswa yang berisik dan membuat bersemanagt siswa yang
ogah-ogahan.
Terus kan baru-baru
ini gue ngadain Ulangan Harian di dua kelas yang gue ajar. Setiap kali gue
mendapatkan lembar jawaban yang nilainya bagus gue selalu senang banget, tapi
juga waswas. Ini anaknya dapat nilai bagus dia jujur ngggak ya pas ngerjain
ulangannya? Ini dia memang bener-bener karena dia paham sama yang gue ajarkan?
Terus kalau gue dapat yang nilainya kurang bagus gue susah hati lagi, ini gue
kurang bagus ya pas ngajar? Ini gue ngomong nggak jelas yah pas menyampaikan
pelajaran?
Mendapatkan lembar
jawaban yang isinya kurang bagus itu membuat gue mempertanyakan kemampuan
mengajar gue sendiri.
Dan itu menyakitkan,
sob.
Seperti cinta yang
tak berbalas…. #apaannihrusak
Terus pas periksa
lembar jawaban itu, gue jadi paham kalimat “Nilai ujian itu di ujung pulpennya
guru.”
Why?
Kerana eh kerana ada
jawaban siswa yang sebenarnya kurang tepat, tapi kita berspekulasi kalau siswa
ini paham dilihat dari pola jawabannya. Kita pengen kasih nilai empat, tapi
nilai empat itu terlalu tinggi menurut kita, terus kasih nilai tiga, tapi
terlalu rendah, jadi pilihan terbaik tiga koma lima, tapi….
Buset dah tapi
muluuuuuuuuu!
Ada juga jawaban yang
salah satu atau dua huruf (aku grammar nazi, maafkan!), membuat bingung ini
harus aku benarkan atau salahkan? Jadinya ambil jalan tengah, beri nilai ½ benar.
Memberikan nilai itu benar-benar
berat, dan gue sadar bahwa gue masih cukup sulit memberikan nilai secara objektif.
Sikap siswa, dalam hal ini aspek afektif mereka masih mempengaruhi gue dalam
memberikan nilai kognitif mereka.
Jawaban mereka tidak
tepat, tapi mereka masih berusaha menulis sepatah dua kata meskipun salah. Mau memberikan
tanda silang atau memberi angka 0.5 itu apa yah…. Berat. Dikasih salah…. Nggak tegaaaaaaa.
Bodorrrrrrrr dah.
Selama sebulan ini
ada banyak hal yang gue dapatkan, ke depannya pasti bakalan lebih banyak lagi
pengalaman dan pelajaran yang gue dapatkan. Maka dari itu gue harus terus semangat
dan nggak boleh putus asa. Yeah!
Yah ini lah kisah gue
selama ngajar sebulan ini.
Doa’in semoga gue
tetap dan makin semangat ya ngajarnya!
Fighting!
No comments:
Post a Comment
Kalau menurutmu, bagaimana?