Rhyme
A. Black
PresenT
A
NaruHina Fanfiction
Dedicated
for NaruHina Fluffy Day #4 Year
And
for all NaruHina Lovers, yang selalu mencintai NaruHina dengan begitu berani.
WARNING : OOC.
OOC. OOC. Cheesy Love Story. AU.
Naruto
always and always belongs to Masashi Khisimoto-sensei
Hope
you enjoy this story! :D
1… 2… 3… TAKE…
ACTION!!!
here |
~0o0~
Bulatan
orange kemerah-merahan itu hampir sejajar laut di ujung pandangan sana.
Menciptakan refleksi bulat panjang pada air laut di bawahnya, mencampur warna
biru keunguan dengan warna merah kekuningan. Pantai itu terlihat sepi, hanya
ada beberapa orang nelayan yang tengah mendorong perahu mereka ke laut dan
sepasang anak muda yang duduk seperti patung batu di tepi pantai itu.
Ada
jeda yang lama sejak kehadiran mereka di sana, hanya duduk memandangi matahari
yang seharian ini memberikan panas terik menenggelamkan dirinya pada lautan
yang tenang. Pemuda berambut pirang itu sesekali bergerak-gerak di tempat
duduknya, sangat berbeda dengan gadis bermata bulan yang duduk di
sampingnya. Tenang seperti Buddha, hanya
matanya yang berkedip-kedip kala ada angin yang bertiup.
"Apakah
benar-benar secepat ini kau pergi?" pemuda itu akhirnya menanyakan
pertanyaan yang membuat mereka berakhir di tempat ini.
Gadis
berambut panjang itu menoleh ke samping, pandangannya yang sendu mengiyakan
pertanyaan si Pirang. "Kau tahu kan, Naruto. Ayah tidak bisa
dibantah."
"Iya
sih, lagi pula belajar di sana kan adalah impianmu, kenapa kau malah memasang
wajah seperti itu? Seharusnya kan kau senang." kata pemuda yang di Panggil
Naruto itu.
"Ada
sesuatu... yyang... yang ingin kukatakan pada seseorang, tapi sepertinya tidak
akan pernah bisa kusampaikan."
"Kenapa?"
Gadis
itu menggeleng, ujung jemarinya mempermainkan pasir. "Entahlah, aku
takut."
Dan
sesungguhnya, Naruto pun takut.
Ini
semua masalah hati, dan isinya. Perasaannya pada gadis bermata opal ini,
perasaan yang mungkin sudah setua persahabatan mereka. Ia sendiri pun enggan
mengakuinya, tapi seiring berjalannya waktu dan semakin seringnya kebersamaan
mereka, rasa yang membuat hatinya berdegub kencang dan darahnya berdesir halus
itu semakin kuat. Perasaan aneh itu selalu muncul di setiap kebersamaan mereka,
pikirannya selalu saja kacau tiap kali menatap mata sahabatnya.
<---more>
Naruto
dulu sempat ingin menyatakan perasaannya pada sahabatnya itu, namun pernyataan
itu berhenti di ujung lidah, tertelan kembali menanti untuk dimuntahkan. Rasa
ingin memiliki lebih dari sahabat itu kalah dengan rasa takut kehilangan.
Hubungan di antara mereka akan lebih mudah andai perasaan spesial ini tidak
pernah hadir, sejak kehadiran rasa itu ia tidak pernah lagi memandang
sahabatnya itu dengan pandangan yang sama.
Bagaimana
rasa misterius yang dinamai cemburu itu datang menjejaki hatinya kala
sahabatnya itu menceritakan seseorang yang disukainya, yang katanya sudah
ditaksir bertahun-tahun namun pemuda itu tak sadar-sadar juga. Geram ia
memikirkan bagaimana ada laki-laki yang begitu tolol dan tidak menyadari cinta
sahabatnya.
Ia
geram sekaligus iri, mengharapkan sahabatnya itu memiliki cinta seperti itu
untuk dirinya, bukan pada orang lain.
Pada
akhirnya, dia hanya mampu mendukung sahabatnya itu, mencintai diam-diam.
~ NaruHina Fluffy Day
#4~
Kenapa
dia begitu bodoh?
Hinata
akui dirinya kejam telah berpikir begitu, berpikir yang
sangat-tidak-Hyuuga-sekali. Tapi sejujurnya ia sungguh kesal pada pemuda pirang
yang berada di sampingnya ini. Kepada pemuda yang tidak memiliki kepekaan sama
sekali.
Setelah
percakapan tak berpangkal dan cepat itu berakhir, lagi hening menguasai. Kali
ini dia lebih banyak diam. Suara dan mimik wajahnya. Lusa adalah hari
kepergiannya, hari dimana ia tidak bisa lagi melihat senyum sehangat matahari
itu unntuk waktu yang lama, tidak bisa lagi duduk di samping pemuda yang selalu
membuat jantungnya berontak dalam rongganya.
Mereka
selalu berbagi isi hati, membicarakan orang-orang yang mereka sukai tanpa
pernah secara spesifik menyebut 'siapa' yang sebenarnya ia suka. Padahal, ada
sekali dua kali ia memancing pemuda itu untuk mengetahui perasaan terselubungnya,
melalui percakapan-percakapan bernada candaan. Seperti...
"Sebenarnya yang kau sukai itu
siapa sih? Menurutku orang itu sangat abstrak, tidak jelas." kata Naruto
saat mereka sedang makan siang di kantin.
"Mau tahu aja atau mau tahu
banget?" tanya Hinata, menyuapkan nasi gorengnya ke dalam mulutnya.
"Mulai ya kamu ikut-ikutan
ngomong kayak gitu." gumam Naruto, "beneran deh aku penasaran sama
tuh orang. Sebego apa sih tuh orang sampe nggak sadar-sadar kalo kamu suka sama
dia."
"Hmmm, beneran mau tahu?"
Naruto mengangguk. Sibuk mengunyah
miso ramennya.
"Kamu."
Semburan miso ramen keluar bak
semburan naga.
Diiringi batuk.
Dan wajah Hinata yang melongo.
"Kau mau membunuhku?"
Hinata mengangkat bahu, melanjutkan
makan siangnya.
~ NaruHina Fluffy Day
#4~
Kali
ini, suasananya begitu berbeda. Ia bisa saja mengatakan semuanya sekarang namun
keragu-raguan masih menahannya. Bagaimana bila respon Naruto masih seperti yang
dulu? Menganggap bahwa perasaannya hanyalah sebuah candaan belaka?
Lagi
pula, mengakui perasaannya pada Naruto hanyalah sebuah kesia-siaan. Pemuda itu
sudah memiliki orang lain di hatinya. Ia hanyalah seorang sahabat, seorang yang
sudah bersama-sama sejak kecil.
Lagi,
ekor matnaya melirik pada Naruto. Pemuda itu tampak seperti memikirkan sesuatu.
"Oii,
Hinata." panggil Naruto, membuatnya sepenuhnya menoleh pada pemuda itu.
"Hmm?"
"Apa
kau... apa kau benar-benar ingin mengatakan perasaanmu itu?"
Hinata
menatapnya dengan pandangan yang begitu sulit diungkapkan dengan kata-kata,
pada akhirnya ia mengangguk pelan. Jantungnya meronta-ronta ingin keluar.
"Kalau aku punya keberanian untuk menghadapinya, aku akan
mengatakannya."
"Bagaimana
kalau kau mengatakannya sekarang?"
Hinata
mengernyitkan keningnya, ia mencium bau tantangan.
"Aku
ingin mengakui satu hal pada seseorang, sama seperti, aku takut mengakuinya.
Jadi, kenapa tidak..." Naruto beranjak dari duduknya, berjalan menyongsong
matahari yang sedang dalam perjalanan mencelupkan diri ke dalam laut. Sama
seperti dirinya. mencelupkan diri pada cinta, terjun bebas menuju sebuah
pengakuan. "Kenapa kita tidak mengakuinya sekarang, di sini.
Meneriakkannya pada dunia."
Dua
hati itu meragu. Satu bertanya-tanya apakah ini langkah yang tepat, satu lagi
bertanya apkah memang sudah ini yang terbaik? Tapi bila tidak sekarang, kapan
lagi? Toh mereka tidak mengatakannya secara langsung. Toh lusa mereka akan
berpisah.
"I
LOVEEE YOUUU!!!" tanpa aba-aba Naruto berteriak terlebih dulu, suaranya
yang kencang tersapu angin, berbaur bersama debur ombak yang menyapu telapak
kakinya. Ia berbalik ke arah Hinata, tersenyum lebar meskipun dadanya naik
turun. Apa yang ia lakukan tadi hampir menghabiskan napasnya.
Hinata
tersenyum, lantas berlari menyongsong ombak. Kedua telapak tangannya berada di
samping bibirnya, siap-siap mengatakan pengakuannya. "AKU SAYANG
KAMUUU!!!"
"AKU
SUKA KAMU TAPI KAMU NGGAK PERNAH SADAR-SADAR JUGAAA!!!" Naruto berteriak,
perutnya bergolak sementara hati dan pikirannya sinkron memikirkan satu hal,
'bagaimana bila seandainya ia tidak meneriakkan kata-kata ini? melainkan
berdiri berhadapan dengan Hinata dan mengucapkannya pelan?
"DASAR
KAMU COWOK NGGAK PEKA!!!" sekuat tenaga Hinata berteriak, menarik napas lagi dan menyambung
teriakannya, "SUDAH DIKASIH KODE TAPI NGGAK PERNAH SADAR-SADAR!!! MESTI
GIMANA LAGI SUPAYA KAMU TAHU KALAU AKU SAYANG SAMA KAMU? AKU SELALU ADA DI
SAMPING KAMU! SUDAH LAMA NAKSIR KAMU TAPI KAMU NGGAK PERNAH MENGERTI!!!"
Lewat
teriakannya dengan lantang Hinata mengakui perasaannya yang paling dalam,
perasaan sayang pada cowok tidak peka dan tidak tahu diri itu. Lantas bagaimana
dengan Naruto? Rasa kalah itu hadir, dia tidak mungkin mengggantikan posisi
seseorang itu di hati Hinata.
Ada
hening yang panjang setelah Hinata berkoar melontarkan isi hatinya, diisi
dengan suara deburan ombak. Air laut menjilat dua pasang kaki itu. Kepala yang
berpikir apa lagi dan ada apa?
"Naruto..."
susah payah Hinata memanggil nama itu. Karena napasnya lelah sehabis berteriak,
terlebih karena debaran jantung yang tidak menentu sehabis menyatakan perasaan
secara tidak langsung pada pemuda yang ada di depannya itu, rona merah muda
memercaki pipinya. Darah benar-benar terpompa ke wajahnya.
"Giliranmu."
Naruto
berbalik, menatap mata amethyst yang lebih indah daripada bulan purnama yang
hampir datang. Sinar matahari yang hampir setengahnya tertelan menciptakan bias
kuning kemerahan pada tubuh Hinata.
Sampai
kapan pun, gadis itu tidak akan pernah berhenti membuatnya tertegun dan menatap
takjub. Bahkan dengan wajahnya yang merona pun gadis itu mampu membuatnya
berdebar-debar.
Kalau
ia mengatakannya sekarang, masihkah gadis itu memandangnya dengan pandangan
yang sama? Masihkah sekedar sahabat?
Naruto
mengambil ancang-ancang, berlari mundur mengikuti garis pantai membuat Hinata
turut mengejarnya.
"Naruto,
jangan curang—"
"AKU
CINTA KAMU!!!AKU SUDAH LAMA SAYANG SAMA KAMU! TAPI KAMU SIBUK MENYUKAI ORANG
LAIN! TIDAK MENYADARI ADA AKU YANG BEGITU SAYANGNYA SAMA KAMU SAMPAI RELA JADI
TONG SAMPAH KAMU! AKU SUDAH CAPEK BEGINI TERUS! CAPEK MELARIKAN DIRI DARI
PERASAAN AKU SENDIRI!! AKU MAU BERHENTI! AKU MAU BILANG SEKARANG KALAU AKU
SAYANG KAMU!!!"
Naruto
tersenggal-senggal, lalu mendorong sendiri tubuhnya untuk duduk di pasir putih
yang empuk. Bodohnya dia mengapa pula berteriak-teriak sembari berlari seperti
orang kemasukan setan. Frustasi, gila sendiri dengan perasaan
aneh-sialan-tapi-menyenangkan yang menyeruak masuk ke dalam hatinya. Dan
memang, ada kalanya perasaan aneh-sialan-tapi-menyenangkan bernama cinta
itu mampu menguras kewarasan seseorang.
Membuat manusia tidak bisa bersikap waras saat sedang terjun bebas merasakan
cinta.
Hinata
berhenti tiga langkah di depannya. Mata
bulan itu menatap 'orang gila' yang tengah mengatur napas dengan tatapan yang
campur aduk. Bingung, kaget, ragu-ragu, dan berharap. Tanpa dia sadari hatinya
menduga-duga, siapa perempuan yang dimaksud oleh sahabatnya itu.
Hatinya
sakit menduga-duga.
Tapi
rasa penasaran itu tidak mau beranjak dari dirinya.
"Naruto..."
Hinata merasa nyeri saat menelan ludahnya sendiri, "kalau boleh... kalau
boleh aku tahu... ini semata-mata karena kita sama-sama telah mengatakan
perasaan... perasaan yang tidak bisa kita ungkapkan pada orang yang kita
sukai... kalau boleh aku tahu... siapa... siapa gadis itu?"
Naruto
tidak langsung menjawab pertanyaan itu, ia beringsut dan berjalan pelan ke arah
Hinata. Meninggalkan satu jarak tipis di antara mereka. Hinata merasa
jantungnya sudah lebih dari berdebar-debar. Daging sekepalan tangan yang ada di
dalam rongga dadanya kini sibuk bersalto dan meloncat. Dalam hati dia merutuki
kebodohannya, mengomeli diri sendiri kenapa mengeluarkan pertanyaan seperti
itu. Kini dengan jarak yang begitu dekat, ketika hanagt napas masing-masing
saling menyapu wajah mereka berdua, Hinata mati-matian menahan diri untuk tidak
pingsan.
"Masih
belum sadar juga? Meski aku telah meneriakkan semua isi hatiku pada laut dan
matahari?"
Hinata
tertegun, manik matanya menatap jelmaan batu safir itu lekat-lekat. Seluruh
perasaan yang ada di dalam hati pemuda itu membentuk pusaran di sana. Jengah,
frustasi, terlebih lagi perasaan hangat yang tidak berani ia sebut namanya.
Gadis
itu hendak membuka mulut, namun buru-buru Naruto berkata, "Aku tidak tahu,
seberapa dalam perasaan kamu kepada orang itu." Naruto menekankan suaranya
pada beberapa kata terakhir. "Tapi perasaan seperti inilah yang aku
rasakan sama kamu. Aku tidak akan memaksa kamu untuk melupakan dia, aku tidak
akan memaksa kamu untuk berbalik mencintai aku. Aku hanya ingin kamu tahu,
kalau aku sayang sama kamu."
"..."
"Maaf,
aku tidak bermaksud untuk membebani kamu, aku juga tersiksa sama perasaan ini
jadi aku mengakuinya sekarang. Karena
kalau tidak, mungkin aku akan menyesal selamanya."
"Mmmemang...
memang, kau akan menyesal." pandangannya mengabur, entah mengapa air
matanya mendesak ingin keluar.
"Hinata,
aku..."
"Bodoh."
gumam Hinata, kepalan tangannya meninju lemah bahu Naruto.
"Maksudmu?"
"Bodoh.
Tidak peka. Bego. Abstrak."
"Kenapa
kau malah mengataiku seperti itu?" kali ini, Naruto yang bingung. Sudah
susah payah mengungkapkan cinta tapi Hinata malah memukuli dan mengata-ngatai
dirinya.
"Bodoh."
gerakan tangan Hinata yang masih belum puas meninju Naruto terhenti,
pergelangan tangannya digenggam erat oleh Naruto. Dengan tangan yang lain, ia
menghapus air mata yang hampir berjejak di pipinya. "Masih belum sadar
juga, meski aku telah mengatakan semuanya pada matahari dan laut? Ketika
jelas-jelas aku sudah berada sedekat ini dengan dirimu? Yang bahkan jauh
sebelum ini aku sudah memperlihatkan betapa berartinya kau untukku? Apa kau
sebebal itu, hah?"
"Jjjadi...
jadi orang yang kau sukai itu..." perkataan Naruto terputus. Hal ini
terlalu sulit untuk ia katakan.
"Kamu."
Hinata merengek, hampir frustasi.
"Hinata..."
"Apa?"
Naruto
tersenyum simpul, dan Hinata masih membalasnya dengan pandangan bertanya-tanya.
Tanpa aba-aba, Naruto menarik tubuh mungil gadis itu ke dalam pelukannya.
Mendekapnya begitu erat.
"Maaf,
aku terlalu bodoh dan tidak begitu peka terhadap perasaanmu."
Bahu
Hinata berguncang di dalam pelukannya, bisa ia rasakan tangan gadis itu gemetaran
membalas pelukannya. Isakan entah-tangis-macam apa terdengar lirih dari bibir
Hinata.
"Hinata,
kenapa kau malah menangis?" jujur saja, Naruto benar-benar tidak mengerti
dengan apa yang terjadi sekarang ini. Gadis ini mengaku suka padanya dan kini dia
menangis.
"Aku
sedang bahagia, tauk!" kata Hinata, melepaskan pelukannya lalu menyeka air
mata yang membasahi pipinya. Naruto yang mendengarkan perkataan Hinata makin
tersenyum lebar, ear to ear.
"Aku
bisa membuatmu lebih bahagia lagi." bisiknya, sebelum berlari mundur lagi,
lalu berteriak-teriak seperti orang kesurupan. "I LOVE YOUUU HINATA!!!!
AKU MENYAYANGIMU HINATAAAA!!!"
Hinata
bisa merasakan pipinya wajahnya memanas, Naruto selalu saja bisa membuat
dirinya berdebar-debar, membuatnya merasa hangat dengan senyum itu. Senyum
mataharinya.
Matahari
telah sepenuhnya tenggelam. Laut yang serupa cermin raksasa merefleksikan
pendar-pendar kristal pada beledu hitam yang terhampar di atasnya. Angin laut
bertiup. Dingin mulai merayap.
Tapi dua anak manusia
di sana merasakan rasa yang berbeda. Ada rasa yang hangat tertinggal di hati
mereka, yang hadir lewat genggaman tangan. Saling bertautan, seperti hati
mereka kini.
Untuk mendapatkan apa
yang kita inginkan, kita perlu mengambil sebuah langkah yang berani.
Meninggalkan semua ketakutan, keraguan, dan membiarkan rasa percaya mengambil
alih.
Cinta
adalah sesuatu yang berani. Cintalah yang menguatkan kita, membuat kita berani
menghadapi dunia.
~the End~
~0O0~
Satu lagi kisah cinta NaruHina dari diriku iniiii... Hehehehe, untuk NaruHina Fluffy Day #4 (NHFD #4), dimana akan ada banyak cerita-cerita romantis-manis-gula-tebu untuk NaruHina.
Semoga kalian yang baca nggak brb ke kamar mandi terus muntah-muntah ala ibu hamil gegara baca nih cerita. Hihihi...
Again and again... HAPPY NARUHINA!!!
NHL STILL NUMBER ONE! AWW!!! :D
p.s dipostkan di FFn dengan judul 'Laut dan Matahari'
bagusnya gak ada duanyaaaaaaa........!!!!!!:s
ReplyDeletepingin buat juga nih aku.....hehehe.......:g
Hehehe, Thankies :d
DeleteAyooo buat fanfic juga! :D :D
In bagus , tapi ceritanya sedikit..��
ReplyDeleteIn bagus , tapi ceritanya sedikit..��
ReplyDelete