Sebuah
percakapan. Dini hari.
"Kamu
berdetak terlalu cepat."
"Dan
aku sudah bosan memikirkan dia."
"Katakan
padanya agar ia tidak jatuh terus-terusan. Capek saya berpikir terus.
Memikirkan orang yang sama."
"Tapi
dia tuli, sepertinya."
"Atau
buta. Badannya sudah dijahit sana sini, tapi dia tidak bosan-bosan jatuh
juga."
"Kamu
tahu kejadian kemarin? Saat Mata melihat lelaki itu di seberang sana bersama
gadis lain. Aku bisa menebak mengapa jantung marah-marah kemarin, dia tidak
bisa mengontrol infeksi rasa yang diberikan kepadanya. Memompa darah terus
menerus."
"Saya
kasihan sama tubuh ini. Gara-gara kebodohan segumpal daging yang bahkan tak
eksis di dalamnya, dia terpaksa menderita."
"Padahal
ia bisa bangkit, dianya saja yang tak mau."
"Tidak
bisakah kita beristirahat sekarang? Kantong hitam di bawha saya sudah semakin
besar. Saya harus kelihatan oke besok pagi. Tubuh ini mau presentasi."
"Saya
juga mau tidur, dari tadi Alam Mimpi sudah gedor-gedor pintu mau masuk. Tapi si
bodoh ini tidak mau keluar dari Alam Khayal."
"Kenapa
kita harus seperti ini?"
"Iya,
kenapa kita harus menderita?"
"Jangan
tanya saya."
"Kenapa?
Kamu satu-satunya sisi rasional yang kami punya."
"Iya,
saya tahu. Tapi teritory saya sudah dikuasai sama cecunguk rasa tidak tahu diri
itu."
"Saya
capek. Mau istirahat."
"Ya
sudah, kemarikan tambangnya. Biar saya seret dia supaya mau keluar."
"Kalian
siap-siap istirahat sana."
"Jangan
lupa matikan lampunya."
"Iya.
Selamat tidur."
"Selamat
tidur."
dilihat dr segi manapun, cerita di atas banyak benarnya -_-
ReplyDeletewkwwkwwkkwkw...
Deletesakit otak gara-gara hati yang jatuh...
baaahhhh