here |
When
my father passed away, I’m not feel really lose it. Gue tahu kedengarannya kok kayak gue
ini durhaka banget yak. Tapi emang bener. Cerita sedikit tentang Bapak gue, Bapak
gue itu orangnya seram-seram gimana gitu deh, suka marah-marah, dictator, terus
pendiam. Mungkin semua itu adalah akumulasi dari topografi wajahnya yang
seperti Buddha (Buddha memang pendiam, tapi dia cinta damai!) dan juga kerasnya
kehidupan di desa kelahirannya yang membuat dia mengatur semua
anak-anaknya—yaitu gue dan adik-adik gue—dengan keras dan tegas dan agak-agak
Hitler. Dan mungkin, kalau dilihat-lihat dan diterawang dengan mata batin,
banyak banget sifat Bapak gue yang menurun ke gue, beberapa diantaranya sudah
gue sebutkan di atas (sifat Mama juga menurun ke gue laaahhhh). Selain wajah
gue yang katanya mirip banget sama Bapak gue (Berarti gue mirip Buddha dong!).
Maksunya gue
nggak dekat-dekat amat sama bapak gue. Nggak seperti anak-anak lain yang punya
seribu juta triliyun kenangan manis-manis dengan orang tua mereka, gue enggak.
Sejak kecil gue memang tidak memiliki semacam kenangan-kenangan spesial yang
bisa gue share lewat Facebook dan Instagram.
Bukan berarti gue
itu terlantar dan kekurangan kasih sayang dan sebagainya yang mengerikan, hanya
saja rata-rata anggota keluarga gue yang kini sudah berkurang tiga (dengan
nenek gue) bukanlah jenis orang yang mampu mengungkapkan segala hal lewat
kata-kata ataupun tindakan-tindakan yang manis. Keluarga gue itu… lebih
tepatnya… semacam mudah kikuk dan malu
dengan kata-kata dan tindakan yang manis dan sangat
kekinian-dan-harus-disebar-di-semua-sosial-media-biar-semua-orang-tahu.
Keluarga gue itu
…. Semacam pendiam. Pendiam yang aneh.
Dan orang lain butuh usaha ekstra keras untuk bisa memahami hal itu. Bahkan gue
sendiri pun masih sering bingung dengan segala hal yang dimiliki keluarga ini.
Oke balik lagi ke
topic awal.
Nah, waktu
kepulangan Bapak dulu, efek sedih-sedihnya Cuma sampai empat puluh hari doang.
Setelah itu ya, udah. Gue sekolah lagi.
Main bareng sama teman, dan yangs atu ini adalah hal yang nggak pernah
gue punya pas Bapak gue masih di rumah, kebebasan. Yeah, freedom. Mama, mungkin
dia kasihan sama gue yang dikekang banget sama Bapak dan nggak mau gue sedih
berlarut-larut (padahal sebenanrya, nggak gitu juga), jadinya dia mulai kasih
kebebasan buat gue. Gue bisa main sampai maghrib di rumah tetangga, gue bisa
nonton sinetron tanpa harus belajar, gue bisa puas-puas jalan-jalan ke Gramedia
sendirian, gue bisa bebas ikut kegiatan ekstrakurikuler yang mewajibkan gue
untuk nginep di hutan (well, tepi pantai sih. Tapi intinya sama aja).
Jenis-jenis kebebasan kecil, kebebasan yang nggak penting banget buat gue
bilang di sini, kebebasan yang mungkin udah kalian dapatkan sejak kalian masuk
SD, namun gue nggak pernah merasakan hal-hal itu sampai Bapak gue pulang.
Namun emang
dasarnya anak patuh, penurut, dan kuper. Meskipun dikasih kebebasan
seluas-luasnya jagat raya asalkan bertanggung jawab, gue terkadang masih
menolak dengan semua hal itu. Gue lebih senang tinggal di dalam kamar kayak
ayam mengeram dari pada nonton TV. Ada beberapa hal ‘esensial’ yang Bapak kasih
dan wanti-wanti ke gue, dan jujur aja, beberapa hal itu bikin kepribadian dan
pikiran gue jadi sedikit ribet dan susah dipahami orang lain.
But, gue
terima-terima aja. Gue seneng aja jadi diri gue yang begini. Meskipun kadang
kala gue mengutuk sifat-sifat gue dan pikiran-pikiran gue yang sialan banget
itu.
Mama kasih
tanggung jawab dan kepercayaan begitu besar buat gue, buat bebasnya gue
kelayapan. Tapi gue terlalu takut untuk menodai segala macam tanggung jawab dan
kepercayaan itu sehingga gue lebih memilih bersemedi di kamar, di depan lapton
dan buku-buku dan apapun yang menarik minatku asalkan tidka berhubungan dengan
orang banyak.
Dan begini lah
jejak-jejak yang ditinggalkan Bapak sebelum pulang dan sampai sekarang jejak
itu belum hilang. Ya iyalah, jejak orang tua nggak bakalan hilang dari
anak-anaknya sekalipun orang tua itu sudah pergi jauh sekali dan nggak bakalan
balik-balik lagi.
Bapak punya
pesan-pesan, yang mungkin kalau orang lain dengan hal itu akan tampak konyol
dan kolot dan ya-ampun-Hitler-Binggo-Deh. Tapi tetep gue ikutin aja dan gue
anut seperti rakyat Korea Utara menganut ideologi komunisme. Ideologi bapakisme
dan mamaisme yang gue anut dengan sukarela.
Selain itu, ada
beberapa tempat di rumah ini yang kalau dilihat dengan ‘tidak fokus’
seolah-olah dia masih ada di rumah ini. Kayak jendela di dapur rumah, tempat Bapak
biasa nongkrong ngawasin ayam yang lebih disayang ketimbang anaknya itu, dengan
baju kuning berkerahnya, Bapak membelakangi gue, entah ngeliatin apa dia di
hutan di belakang rumah. Atau di samping tembok penghubung ruang tamu dan ruang
keluarga, tempat Bapak memandangi relik-relik di bagian atas tembok saat
pertama kali rumah ini selesai dicat dan dihias gips plafonnya. Ada banyak
banget tempat favorit seseorang yang sudah berpulang, kalau dilihat dengan
tidak fokus alias melamun, lo pasti bisa menemukan bahwa ada saja jejak-jejak
yang mereka tinggalkan di sana. Seolah-olah mereka masih ada dan lo bisa
memanggil mereka.
Gue jarang banget
mau nulis apa-apa tentang Bapak gue. Masalahnya adalah, selain setiap tulisan
itu berpotensi merusak citra gue yang anak baik-baik ini menjadi anak durhaka,
hal itu juga terlalu sentimental dan nggak
penting banget. Nggak penting banget buat orang lain tahu. Kenapa gue harus
membagi sesuatu yang orang lain nggak mau dan mungkin nggak peduli? Kenapa gue
harus menceritakan semua kisah sedih—atau berlagak sedih ini—ke orang lain?
Kenapa nggak gue simpan sendiri aja?
Belakangan gue
sadar, gue sebenarnya emang mau banget bercerita. Tapi gue selalu nggak enakan
berbagi cerita dengan media mulut dan suara dengan orang-orang yang duduk melingkar
di samping gue. Menurut gue, rasanya gue membuang-buang waktu orang lain untuk
mendengarkan cerita gue di mana mereka di luar sana punya kehidupan lain, punya
cerita-cerita lain yang mana mereka lebih tertarik untuk ceritakan atau
dengarkan.
Jadi di sini lah
gue. Menceritakan sesuatu yang enggan gue ceritakan karena takut orang lain
akan mati bosan. Kalau di sini kan, kalau bosan orang-orang tinggal menutup
browser mereka dan pergi tanpa harus takut menyinggung perasaan gue.
Balik lagi ke
topic jejak-jejak itu.
Setelah Mama juga
ikut-ikutan pulang (Yah, akhirnya Bapak dan Mama bersatu kembali di langit
sana!). Perasaan kehilangan dari Bapak gue yang seuprit itu seakan-akan
bertambah seribu juta triliyun kali dengan baliknya Mama ke Tuhan. Ini seperti
kesedihan yang dulu nggak gue rasakan pas Bapak pulang dibalas seperti karma
dengan ketiadaan Mama. Setiap kali gue
lewat ruangan tertentu di rumah
ini, ada saja perasaan ngilu-ngilu di hati.
Pas masuk kamar
mandi, kalau lihat sikat gigi, pasti ingat sikat giginya Mama, ingat waktu gue
gosok-gosok punggungnya Mama, inget pas dia wudhu di depan pintu kamar mandi.
Pas lagi di ruang tengah, ingat dia pas lagi duduk di mesin jahit. Mesin jahit
yang selalu saja mampu membangkitkan sifat penjahat gue kalau lagi dalam
kondisi setan, kondisi dimana ada keinginan untuk menggunting kabel dynamo
mesin jahit itu agar Mama segera berhenti menjahit dan segera beristirahat dan
tidur.
Jejak-jejak itu
banyak banget.
Dan nggak hanya Bapak
lagi yang muncul, Mama juga. Tiba-tiba dan tanpa peringatan. Ketika gue
melakukan sesuatu yang penting (Atau nggak penting) dan gue ambil jeda
istirahat atau gue tiba-tiba jadi nggak ‘waspada’, jejak-jejak itu terbentuk
lagi. Dan rasanya hati kayak dicubit-cubit gitu, pedis-pedis. Dan karena mereka sudah ketemu dan bersatu lagi di alam barzah sana, intensitas kemunculan jejak-jejak itu semakin meningkat.
Jangan berpikir
seram deh. Kalau lo ngerasain sendiri (amit-amit daaahhh, lo wisuda dulu biar
punya foto wisuda sama bapak-mama lo, nikah dulu deh lo, punya anak, bawa orang
tua buat naik haji) lo nggak bakal ngerasa seram. Lo bakal ngerasa ngilu dan
sialan.
Semacam ngilu di
jantung yang mengirimkan gelombang perasaan yang uncategorized ke setiap sel-sel tubuh lo, dan bikin lo jadi ngerasa
sialan. Sialan yang kok gue baru ngerasa sekarang ya? Kok gue dulu bersikap
durhaka-cengeng-manja-egois banget sama Bapak-Mama gue? Kok gue dulu NGGAK
sempat minta maaf ke mereka?
Itu.
Ngilu dan Sialan.
Kak Rhyme ngga perlu merasa ngga enakan atau membuang2 waktu orang, karena terkadang dengan bercerita bisa membuat hati lebih lega. Gue tipe orang yang suka curhat, padahal gue nyadar, kalau gue curhat ke temen, temen gue ga fokus sama curhatan gue, karena mungkin bagi mereka curhatan atau cerita gue ga penting, ga penting banget malah, tapi tetep gue lanjutin. karena gue butuh curhat sama orang, kalau ga gue bisa sakit.
ReplyDeleteKak Rhyme juga boleh cerita sama aku, boleh banget malah ( kata kak rhyme: emang lo siapa?).
ReplyDeleteGue emang bukan siapa2nya Kak Rhyme, tapi jujur gue kagum sama Kak Rhyme, kagum sama karya2nya juga ingin bisa kuat sepertinya.
Oh ya mau tanya satu hal kak, tapi jangan tersinggung ya kak, apa kedua ortu kakak udah ga ada? udah pulang ke rahmatullah?
Hehehehe, orang-orang beragam, Riiz... ada yang suka ngomong langsung, namun ada juga yang lebih memilih media curhat dengan tulisan. Setiap perrilaku itu punya keuntungan dan kerugian. Ini mungkin karena gue sudah lama 'nggak ketemu manusia' yang bisa diajak cerita, jadinya lebih sering nulis, dan dengan menulis biasanya lebih free. Hehehehe....
DeleteAnggap aja Bapak-Mama gue telah meninggalkan tubuh fana mereka untuk menjaga anak-anaknya dengan cara yang lebih 'halus'. :s
Hehehhe, makasih Riiz, senang banget ada Riiz yang mau baca dan komen curhatan ini :s :s
Ga ketemu manusia yang bisa diajak cerita? emang temen-temen kak Rhyme pada kemana?
ReplyDeleteDulu aku pernah baca postingan kak Rhyme lho, yang menceritakan tentang ibunya kak Rhyme, kayak waktu postingan yang kak Rhyme pergi ke kondangan, pergi ke pasar bareng, disitu selalu nyeritain tentang sifatnya ibunya kak Rhyme. Setiap ibu emang punya cara tersendiri untuk mendidik anak2nya ya. Waktu itu emang kak Rhyme kelihatan seneng banget, dan ku kira walaupun kak Rhyme ngga nyeritain tentang ayah, ku kira ayah Kak Rhyme masih ada.
This comment has been removed by the author.
DeleteKarena aku kuliahnya di luar kota, jadi teman-teman kuliahku nggak bisa datang ke rumah sekarang-sekarang ini. Terus teman-teman yang lain juga kan sudah pada menyebar ke sana-ke mari, jadi susah kalau mau ngumpul dan curhat-curhatan. Terus aku juga nggak berrani mau menghubungi terus ngajak keluar dan sebagainya, karena aku itu orangnya... yaah... pendiam dan gitu deh.... #apasihgakjelas
DeleteSelain itu, aku nggak begitu banyak punya teman dekat atau sahabat, jadi ya nggak kebanyakan curhat sama orang lain. Kalau pun curhat palingan sepotong-sepotong, nggak full....jadinya aku lebih sering di sini... hehehe...
sama kak, aku juga kuliah di luar kota dan jauh dari temen2, dan belum nemu temen2 yang kayak waktu sma, yang bisa diajak ngobrol, sharing, dll. Terkadang aku jadi males buat kuliah.
DeleteAku juga pendiam lho kak, tapi aku pendiam yang "suka curhat" tapi cuma sama temen deket dan keluarga pastinya.
Apa jadinya kalau aku ketemu sama kak Rhyme, diem2an dong?
Tapi kayaknya ga mungkin deh, masalahnya jauuuh...
This comment has been removed by the author.
DeleteJadi, aku kaget lihat postingan di atas, kenapa tiba-tiba udah ga ada semua? padahal kemarin masih ada.
ReplyDeleteKalau boleh tahu kapan Bapak-Mama nya kak Rhyme pergi? kalau boleh tahu udah berapa lama? Trus sekarang kak Rhyme tinggal sama siapa?
Aduh, ko aku ngerasa seperti menginterogasi yah...
tapi jujur, aku cuma pengin tahu aja, pengin kenal sama kak Rhyme, soalnya aku udah lama ngikutin ceritanya kak Rhyme di blog ini.
Bapak sudah lama pulangnya, kalau Mama baru-baru ini...
DeleteSengaja dulu nggak diungkit-ungkit pulangnya Bapak, karena nanti akan mengundang banyak tanya dari orang lain. Gitu....
sekarang ini masih tetap tinggal di rumah orang tua, tapi ditemani tante...
Astageeee, hihihihi.... ada juga yang ngikutin ini blog.... aduhhhhh #maluuuuuuu.
This comment has been removed by the author.
DeleteOwh...syukur dah, masih ada tante yang nemenin. Kak Rhyme anak pertama ya?
DeleteAku juga tahu blog ini dari akunnya kak Rhyme yang di fanfiction.
Dulu kan aku sering baca karyanya kak Rhyme, terus disitu ada blognya kak Rhyme terus aku coba buka, terus bagus, terus aku baca.
Kalau ga mau ada yang ngikutin, ga usah di share kak Rhyme...:v
Tapi kalau nggak di-share, kurang srek...#apadeh #labil :r
DeleteGue juga seneng banget, bisa di bales komentnya oleh kak Rhyme.
ReplyDeleteBales lagi ya kak? *puppy eyes
Gue tahu, kalau kak Rhyme pasti sibuk. Jadi mahasiswa itu memang sibuk banget. Gue baru tahu setelah gue jadi mahasiswa. Jadi kak Rhyme bisa melungkan waktunya buat bales koment ga penting ini, aku udah makasih banget.
Sekali lagi Merci :d
Hehehhee, senang juga ada Riiz yang mau datang dan 'nongkrong' di sini...
DeleteMakasih banget, Riiz :a :a :a
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete