I Can't Tell Anybody

Tuesday, September 8, 2015

Dini hari ini aku merasa benar-benar picik.
Manusia licik.
Menulis sebuah status, menggunakan kesialan dalam hidupku dengan harapan bisa menarik perhatian seseorang yang spesifik. Gila. Psiko banget nggak tuh? Bisa-bisanya aku menggunakan kepergian seseorang untuk menarik atensi orang lain. Aku merasa seperti psiko yang selalu menjadi tokoh utama dalam tes psikologi dalam satu percakapan basa-basi.
"Seorang gadis kehilangan Ibunya. Kini dia hanya tinggal berdua dengan adiknya. Ketika di pemakaman, dia bertemu dengan seseorang yang sangat tampan dan ia pun jatuh cinta. Menurutmu, apa yang akan dia lakukan untuk bertemu dengan seseorang itu lagi?"

"Meminta nomor teleponnya?"
"Hah, syukur lah. Jawabanmu salah."
"Hah, kenapa? Kenapa jawabanku salah dan kamu malah bersyukur?"
"Karena dengan memberi jawaban yang salah tandanya kamu normal. Kalau kamu memberi jawaban yang benar, berarti kamu itu psikopat."
"Woaaah. Kenapa bisa begitu? Jawaban seperti apa yang benar?"
"Jawaban yang benar adalah, gadis itu akan membunuh adiknya supaya bisa bertemu dnegan seseorang itu lagi di pemakaman adiknya."
See?
Aku tidak tahu mengapa aku menulis percakapan yang dulu pernah aku lakukan dengan salah-satu temanku, kurang lebih dialognya seperti di atas. Jawaban benar yang diberikan temanku akhir-akhir ini selalu mengusikku. Tentang seseorang yang menggunakan kesialannya untuk meraih sesuatu yang lain.
Akhir-akhir ini, aku merasa seperti sosok dalam cerita itu.
Entah lah. Setelah merasa seperti ini, timbul keraguan untuk bercerita tentang Mama atau Bapak di sosial media. Bahkan untuk kenangan yang manis pun kini rasanya tak bisa lagi kuceritakan karena akan selalu ada kesedihan yang memeluk. Sebanyak apa pun emotikon smile yang kugunakan.
Aku ingin bercerita tentang mama, tentang aku yang merindu. Namun semuanya terasa salah karena sudah ada perasaan lain, sudah ada emosi lain yang juga turut ambil bagian di dalamnya. Perasaan untuk menarik perhatian seseorang.
Ketika sudah sampai di titik ini, selalu timbul pertanyaan.
Mengapa hati manusia begitu rumit? Tidak bisa kah aku hanya merasakan satu emosi dalam satu waktu? Mengapa semuanya menjadi campur aduk? Mengapa aku bahkan sulit untuk mengendalikan perasaanku sendiri?
Rasanya begitu susah, menajdi manusia yang tidak tahu apa yang dia inginkan.
Dan tentang dia, tentang dia yang ingin kutarik atensinya...
Dia tampak semakin jauh. 
Jarak dalam konsep yang abstrak.
Apa ... harus kurelakan saja perasaan ini?
Aku ingin menyerah namun juga tidak ingin melepaskan.
Sebagian besar paradoks dalam hidupku tercipta karena dia.
Dengan banyaknya dia yang berlari-lari di dalam kepalaku setiap hari, membuatku selalu saja mengambil keputusan dengan pemikiran seperti "Apakah dia senang bila aku melakukan hal ini?"
Ya Tuhan, dia melihatku saja tidak.
Dulu, aku selalu berkata bahwa, 
"Bila aku menyukai seseorang, hanya aku dan Tuhan saja yang tahu. Orang lain bisa mengetahuinya hanya ketika aku memang ingin orang lain dan dia menyadari perasaanku atau ketika aku sudah tidak memiliki harapan lagi dengan dia."
Lantas, untuk apa tulisan ini aku buat?
Apakah aku sudah ingin agar dia menyadari perasaanku?
Atau karena harapan agar dia mau denganku perlahan-lahan mulai pupus?
Entah lah.
Aku bingung.
Apakah aku benar-benar ingin melepaskan...
atau ingin memeluk perasaan ini lebih erat lagi.
Mau kah dia dengan  seseorang sepertiku?
Sosok yang begitu baik, dengan gadis seperti aku?
Hmmmm.... aku tidak bisa membayangkannya harus terlibat dengan manusia yang tidak stabil dan bingung dan abstrak. Tidak jelas. 
Dia memang tidak cocok denganku. Kasihan dia bila harus berurusan dengan makhluk sinting sepertiku seumur hidupnya.
"Seumur hidupnya? Memangnya kau ingin dia menemanimu sampai mati?"
Ya. Aku ingin dia seperti itu. Aku ingin dia yang menjadi satu-satunya.
Tapi .... Izinkan aku menghela napas panjang, haaaaaahhhhhhmustahiiiilllll!!!
Dia terlalu kusayang untuk terjebak denganku.
Bila harus memilih, rasa sayangku mungkin akan membiarkannya pergi.
Aku sendiri pun merasa tersiksa dengan diriku sendiri (hah!)
Aku tidak yakin bila orang lain mampu hidup lama denganku.

Ada apa denganku? Mengapa aku menuliskannya?
Ini cerita pertamaku tentang dia. Ku awali dengan sangat buruk. Aku tidak tahu apakah aku mampu menulis lebih tentang dia lagi.
Lega kah aku?


No comments:

Post a Comment

Kalau menurutmu, bagaimana?