Dini hari ini aku merasa benar-benar
picik.
Manusia licik.
Menulis sebuah status, menggunakan
kesialan dalam hidupku dengan harapan bisa menarik perhatian seseorang yang
spesifik. Gila. Psiko banget nggak tuh? Bisa-bisanya aku menggunakan kepergian
seseorang untuk menarik atensi orang lain. Aku merasa seperti psiko yang selalu
menjadi tokoh utama dalam tes psikologi dalam satu percakapan basa-basi.
"Seorang gadis kehilangan
Ibunya. Kini dia hanya tinggal berdua dengan adiknya. Ketika di pemakaman, dia
bertemu dengan seseorang yang sangat tampan dan ia pun jatuh cinta. Menurutmu,
apa yang akan dia lakukan untuk bertemu dengan seseorang itu lagi?"
"Meminta nomor
teleponnya?"
"Hah, syukur lah. Jawabanmu
salah."
"Hah, kenapa? Kenapa jawabanku
salah dan kamu malah bersyukur?"
"Karena dengan memberi jawaban
yang salah tandanya kamu normal. Kalau kamu memberi jawaban yang benar, berarti
kamu itu psikopat."
"Woaaah. Kenapa bisa begitu?
Jawaban seperti apa yang benar?"
"Jawaban yang benar adalah,
gadis itu akan membunuh adiknya supaya bisa bertemu dnegan seseorang itu lagi
di pemakaman adiknya."
See?
Aku tidak tahu mengapa aku menulis
percakapan yang dulu pernah aku lakukan dengan salah-satu temanku, kurang lebih
dialognya seperti di atas. Jawaban benar yang diberikan temanku akhir-akhir ini
selalu mengusikku. Tentang seseorang yang menggunakan kesialannya untuk meraih
sesuatu yang lain.
Akhir-akhir ini, aku merasa seperti
sosok dalam cerita itu.
Entah lah. Setelah merasa seperti
ini, timbul keraguan untuk bercerita tentang Mama atau Bapak di sosial media.
Bahkan untuk kenangan yang manis pun kini rasanya tak bisa lagi kuceritakan
karena akan selalu ada kesedihan yang memeluk. Sebanyak apa pun emotikon smile
yang kugunakan.
Aku ingin bercerita tentang mama,
tentang aku yang merindu. Namun semuanya terasa salah karena sudah ada perasaan
lain, sudah ada emosi lain yang juga turut ambil bagian di dalamnya. Perasaan
untuk menarik perhatian seseorang.
Ketika sudah sampai di titik ini,
selalu timbul pertanyaan.
Mengapa hati manusia begitu rumit?
Tidak bisa kah aku hanya merasakan satu emosi dalam satu waktu? Mengapa
semuanya menjadi campur aduk? Mengapa aku bahkan sulit untuk mengendalikan
perasaanku sendiri?
Rasanya begitu susah, menajdi
manusia yang tidak tahu apa yang dia inginkan.
Dan tentang dia, tentang dia yang
ingin kutarik atensinya...
Dia tampak semakin jauh.
Jarak dalam konsep yang abstrak.
Apa ... harus kurelakan saja
perasaan ini?
Aku ingin menyerah namun juga tidak
ingin melepaskan.
Sebagian besar paradoks dalam
hidupku tercipta karena dia.
Dengan banyaknya dia yang berlari-lari
di dalam kepalaku setiap hari, membuatku selalu saja mengambil keputusan dengan
pemikiran seperti "Apakah dia senang bila aku melakukan hal ini?"
Ya Tuhan, dia melihatku saja tidak.
Dulu, aku selalu berkata
bahwa,
"Bila aku menyukai seseorang,
hanya aku dan Tuhan saja yang tahu. Orang lain bisa mengetahuinya hanya ketika
aku memang ingin orang lain dan dia menyadari perasaanku atau ketika aku sudah
tidak memiliki harapan lagi dengan dia."
Lantas, untuk apa tulisan ini aku
buat?
Apakah aku sudah ingin agar dia
menyadari perasaanku?
Atau karena harapan agar dia mau
denganku perlahan-lahan mulai pupus?
Entah lah.
Aku bingung.
Apakah aku benar-benar ingin
melepaskan...
atau ingin memeluk perasaan ini
lebih erat lagi.
Mau kah dia dengan seseorang
sepertiku?
Sosok yang begitu baik, dengan gadis
seperti aku?
Hmmmm.... aku tidak bisa
membayangkannya harus terlibat dengan manusia yang tidak stabil dan bingung dan
abstrak. Tidak jelas.
Dia memang tidak cocok denganku.
Kasihan dia bila harus berurusan dengan makhluk sinting sepertiku seumur
hidupnya.
"Seumur hidupnya? Memangnya kau
ingin dia menemanimu sampai mati?"
Ya. Aku ingin dia seperti itu. Aku
ingin dia yang menjadi satu-satunya.
Tapi .... Izinkan aku menghela napas
panjang, haaaaaahhhhhhmustahiiiilllll!!!
Dia terlalu kusayang untuk terjebak
denganku.
Bila harus memilih, rasa sayangku
mungkin akan membiarkannya pergi.
Aku sendiri pun merasa tersiksa
dengan diriku sendiri (hah!)
Aku tidak yakin bila orang lain
mampu hidup lama denganku.
Ada apa denganku? Mengapa aku
menuliskannya?
Ini cerita pertamaku tentang dia. Ku
awali dengan sangat buruk. Aku tidak tahu apakah aku mampu menulis lebih
tentang dia lagi.
Lega kah aku?
No comments:
Post a Comment
Kalau menurutmu, bagaimana?