Too Early Life Crisis : Sekedar Lupa Tujuan Hidup

Saturday, September 5, 2015

Struggleee!!!

Ketika semua orang di sekitarmu sudah menentukan ke mana mereka melangkah kemudian sementara engkau masih menjadi orang yang berkeliling menanyakan arah entah pada siapa, bagaimana rasanya?
Tertinggal lah.
Orang-orang sudah sibuk menyiapkan perbekalan menuju mars dan bersiap membangun koloni, seseorang masih saja sibuk mengurusi perkara sepele 'hari ini bikin status FB apa lagi ya?'.

 Rasanya lebih menyenangkan menjadi anak-anak kembali. Hanya karena karangan Bahasa Indonesia yang dapat nilai sembilan puluh lantas menetapkan diri bercita-cita ingin menjadi penulis. Hanya karena melihat guru di perpustakaan hanya duduk dikelilingi rak-rak buku lantas bercita-cita ingin jadi pustakawan. hanya karena untuk pertama kalinya berhasil menggambar sawah-gunung-lautan dengan kombinasi garis-warna yang anti-mainstream lantas berharap jadi pelukis. Menonton Star Wars lantas ingin jadi astronot. Absurd sekaligus maksa. Tapi ketika masih anak-anak berganti cita-cita  seenteng anak SD-jaman-sekarang-pacaran-saling-panggil-ayah-bunda-pelukan-terus-diupload-di-instagram.
Sekarang, ketika beranjak dewasa (mpreeeetttt,  dewasa) bercita-cita menjadi sulit.
Ah, paragraf di atas kampret betul. Sekarang pun gue pusing harus menggunakan gaya bahasa yang seperti apa. Bahkan sekarang pun aku  bingung dengan apa yang hendak aku sampaikan.
 Baiklah, baiklah, baiklah....
Pada sepotong-sepotong waktu, ketika kampus mulai menjadi pusat tata surya hidup  gue lagi, kealpaan tujuan hidup gue itu mulai terasa. 
Mungkin bagi sebagian orang, ini hanyalah masalah kecil, hal ini hanyalah ketakutan yang tidak beralasan, insekuritas yang tidak masuk akal, rendah diri yang berada pada tahap yang mengkhawatirkan.

Gue berada pada posisi yang jauh tertinggal. Padahal dulu gue bisa sejajar bahkan bisa selangkah dua langkah di depan. Pada saat berkumpul pun gue nggak bisa masuk ke dalam topik pembicaraan. Kayak ada kabel yang putus di kepala gue. Segalanya jadi begitu tinggi dan begitu jauh. Mata orang-orang terasa begitu berbeda. Gue jadi susah bergerak karena tekanan-tekanan menyerang, dari luar diri, terlebih dari dalam diri. Isi kepala gue mulai kocar-kacir. Dunia menjadi begitu ribut.  Gue  lupa caranya ngomong. Kadang kala saat sendiri, kepala gue  ramai banget. Tapi saat bersama orang lain, kepala gue kayak nggak ada isinya. Dunia rame banget dan gue nggak tahu apa yang harus gue lakukan atau untuk apa gue eksis di bumi.
Segalanya berlari dengan cepat.
Dan gue masih bingung harus memakai sepatu yang mana.
Everything seems so hard now.
Jiwa gue rasanya kosong banget.
Gue nggak tahu apa yang gue  rasain. Gue nggak tahu apa  yang gue mau.
Kehilangan entitas. Disorientasi visi hidup. 
Tidak ada yang menyenangkan karena hilang arah.
Lupa tujuan hidup.
mengerikan.

Mungkin bagi sebagian orang, masalahku ini hanyalah masalah yang mengada-ada. Hanyalah amsalah kecil yang terlalu banyak mengambil ruang di dalam kepalaku. Orang yang melihat dari luar hanya akan mengatakan bahwa hal ini bukanlah masalah besar, dan semuanya hanya perasaanku saja. 

Tapi buat gue, masalah ini nyata.
Orang-orang mungkin nggak bakalan ngerti karena mereka nggak tahu orang seperti apa yang bisa hidup  dalam dunia gue. Dulu gue punya banyak keyakinan. dan sekarang, semakin lama keyakinan itu satu persatu luruh.
Hanya butuh satu pemicu kecil untuk menghasilkan sebuah ledakan yang besar. 
Hanya butuh hal sepele untuk kemudian menyadarkan gue kalau.... God, kepingan-kepingan diri gue hilang satu persatu.
Rasanya gue pengen kabur dari hidup gue sendiri.
Rasanya gue mau beristirahat dari menjadi diri gue.
Gue pengen berhibernasi.
Gue pengen menghilang.

This  struggle in my head.


No comments:

Post a Comment

Kalau menurutmu, bagaimana?