here |
Aloooo!
Awal puasa dan
akhir puasa (Lebaran) hampir semua orang Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
akrab dengan kegiatan baca-baca, entah gimana kalau orang Sulawesi lain atau
orang-orang di pulai lainnya, apakah mereka baca-baca juga atau enggak. Nah
baca-baca ini semacam kegiatan syukuran gitu deh, di mana biasanya disediakan
hidangan makanan dan ada pemuka agama yang akan membaca doa. Kegiatan ini
merupakan lambang atau cara kita bersyukur kepada Tuhan karena masih diberikan
kesempatan untuk bertemu lagi dengan bulan Ramadhan. Hmmm, nggak cuma pas masuk
bulan Ramadhan aja sih, tpai pas ada acara-acara penting lainnya biasanya jug
abaca-baca alias syukuran.
Baca-baca =
syukuran.
Dan well, intro
dikit, karena Mama udah pulang otomatis segara urusan rumah tangga jatuh ke
tangan gue (Paksa dewasa! Paksa dewasa!). Dan sebagai seorang kepala rumah
tangga (Ya Tuhan beratnya istilah ini….) gue harus menyesuaikan diri dan mau
nggak mau gue harus mengurusi hal-hal
yang belum waktunya gue urusin. Salah satunya adalah, baca-baca alias syukuran.
Dan di sini lah
gue, sebagai orang yang socially misfit, bakalan dianggap nggak punya ada nggak
punya kesadaran sosial nggak punya rasa syukur sama orang-orang yang
benar-benar mewajibkan acara baca-baca ini.
Awal cerita tadi
gue ngumpul bareng nenek, tante dan sepupu gue. Kita cerita-cerita gitu deh
ngalor-ngidul sampai mereka mulai bahas bulan Ramadhan. Sampai di situ, gue
bertanya.
“Haruskah kita
baca-baca kalau masuk puasa?”
Mereka kompak bilang
harus, tapi nggak harus-harus amat sih. Sekali lagi, itu untuk mensyukuri
datangnya bulan ramadhan. Sudah jadi kebiasaan wajib untuk mengadakan acara
baca-baca (syukuran kecil-kecilan) ini. Duh bingung.
Semacam gimana ya
kalau kita pinjam istilah hukum islam? Yang nggak wajib, tapi dianjurkan. Hmmm.
Itu. (Ya Ampun istilah agama sendiri aja lo lupaaaaa!) #dor
Terus gue nyeletuk,
“Mestikah? Kalau kita tidak lakukan bagaimana?”
Kompak lagi dah gue
dibilangin, “Astaga Rin, ko Muhammadiyah kah?”
Lhaa ini kenapa
bawa-bawa Muhammadiyah? Salah Muhammadiyah apa?
Tolong, bagi anda
yang beraliran Muhammadiyah, bila anda sedang membaca postingan ini tolong
bacalah tanpa ada tendensi apa-apa. Tidak ada niat untuk menjelek-jelekkan
aliran dalam postingan ini. Yang menulis hanya orang yang tidak tahu apa-apa
dan masih perlu banyak belajar (agama!)
Salah satu tante
gue menjelaskan, “Muhammadiyah itu to Rin, dia tidak pake acara-acara begitu.
Semacam tidak mau merepotkan, tidak rempong kayak kita-kita ini. Kalau kamu mau
baca-baca atau tidak, itu terserah kau. Itu kan cuma adat saja, kebiasaan.”
Nah, sepanjang
hidup gue ini, gue cuma punya satu agama yang gue anut (ya iyalah), Islam.
Tanpa embel-embel. Islam ya islam. Sekali pun shalat gue suka telat dan bolong,
sekali pun gue malas ngaji, doa yang ditahu cuma doa makan sama doa untuk orang
tua. Ya gue islam. Di KTP gue pun cuma islam, nggak ada tambahan ekor. Jadi gue
pun nggak tahu gimana pola pikir atau adat atau kebiasaan orang-orang beraliran
Muhammadiyah ini. #Duh Ini Kok Malah Meluas Ke Urusan Aliran Sih
Nah, balik lagi ke
acara baca-baca tadi.
Gue bertanya-tanya
gitu. Kenapa sih orang-orang selalu melakukan kegiatan ini saat memasuki awal
bulan Ramadhan?
Orang-orang bilang,
untuk mempertahankan adat kebiasaan.
Kalau saya nggak
mau gimana?
Maksudnya, waktu
dulu zaman nabi orang-orang rempong nggak sih dengan hal ginian? Apakah nabi
menganjurkan kita untuk melakukan hal-hal seperti ini?
Suer, ini serius
gue nanya karena gue buta banget sama hal-hal yang seperti ini.
Gue butuh alasan.
Gue butuh alasan
yang selain melakukan hal seperti ini karena adat kebiasaan, karena semua orang
melakukan maka gue juga harus ngelakuin ini, karena kalau nggak ngelakuin ini
gue akan dianggap misfit.
No comments:
Post a Comment
Kalau menurutmu, bagaimana?